Rabu, 21 September 2011

SIMULASI PERSILANGAN MONOHIBRID

I           Pendahuluan

1.1  Latar Belakang

Banyak sifat yang dimiliki makhluk hidup yang menurun dari induk kepada
keturunannya, sehingga sifat orang tua dapat muncul pada anaknya atau bahkan
sifat-sifat tersebut muncul pada cucunya. Dahulu kala, ada anggapan bahwa
penurunan sifat pada manusia penurunannya melalui darah. Namun anggapan itu
keliru, terbukti walaupun seseorang menerima darah dari orang lain, sifat dari orang
yang memberi darah tersebut tidak menurun kepada orang yang menerima darah
tersebut.
Setiap makhluk hidup mempunyai sifat alamiah yaitu menghasilkan keturunan.supaya jenisnya tidak punah. Untuk itu makhluk hidup melakukan pembiakan baik secara aseksual maupun seksual. Dalam reproduksi seksual, tiap individu baru berasal dari perkembangan dan pertumbuhan sel zigot yaitu sel hasil peleburan antara gamet jantan (spermatozoa) dan gamet betina (sel telur) yang masing-masing adalah haploid. Dengan demikian ciri-ciri genetik yang dibawa oleh zigot (2n) adalah gabungan antara ciri-ciri genetik gamet jantan dan gamet betina.


1.1   Tujuan

  1. memahami konsep persilangan monohibrid
  2. mengetahui cara-cara penurunan sifat dari suatu individu.








II         Dasar Teori

Tiap spesies memiliki ciri-ciri tertentu yang spesifik yang hampir sama dari generasi ke generasi, bahkan ciri ini ada sejak dulu kala. Misalnya hewan gajah mempunyai telinga yang lebar, mempunyai gading, tubuhnya besar, dan mempunyai belalai. Ciri gajah tersebut sudah ada sejak gajah purba. Jadi ada ciri-ciri atau sifat-sifat makhluk hidup yang diturunkan dari generasi ke generasi atau diturunkan dari induk kepada anaknya (Suryo, 1994).
Ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat yang diwariskan, cara sifat diwariskan, dan variasinya yang terjadi pada keturunannya disebut ilmu keturunan atau genetika. Seorang tokoh yang berjasa dalam mempelajari sifat-sifat yang diwariskan dari induk pada keturunannya ialah Gregor J. Mendel (1822 - 1884) sehingga ia dikenal sebagai bapak genetika. Gagasan yang sedang berlaku pada saat itu adalah sperma dan sel telur mengandung sebuah intisari dari berbagai bagian pada tubuh induk, sehingga pada proses pembuahan, intisari ini bercampur untuk membentuk sifat individu baru yang dihasilkan. Ide ini yang disebut ” blending inheritance” (keturunan campuran) disusun untuk menjelaskan fakta bahwa hasil keturunan biasanya menunjukkan beberapa sifat yang sama dengan kedua induknya
 ( Wels, James R, 1991).
Menurut teori Mendel, karakter-karakter ditentukan oleh unit-unit yang mempunyai ciri tersendiri yang diturunkan secara utuh ke generasi berikutnya. Model ini dapat menjelaskan berbagai hasil pengamatan yang tidak dapat dijelaskan oleh teori keturunan campuran. Teori Mendel juga dapat digunakan dengan baik sebagai kerangka untuk pengertian tentang mekanisme hereditas lebih lanjut dan terinci (Suryo, 1996).
Hukum mendel dapat dibedakan menjadi 2 yaitu hukum medel I dan hukum Mendel II. Hukum mendel I mengatakan bahwa pemisahan gen yang sealel terlihat ketika pembuktikan gamet individu yang memiliki genotype heterozigot, sehingga tiap gamet mengandung salah satu alel itu. Sedangkan hukum mendel II mengatakan bahwa hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet diaman gen alel secara bebas pergi kemasing-maisng kutub ketika meiosis ( Yatim, 1983 )
Hukum mendel II ( hukum kebebasan mendel = prinsip berpasang-pasangan secara bebas ) Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen secara bebas dalam perisitiwa pembentukan gamet, alela-alela mengadakan kombinasi secara bebas sehingga kombinasi sifat-sifat yang muncul dalam keturunannya beraneka ragam, hukum mendel II berlaku untuk pembastaran dengan dua sifat beda ( dihibridisasi ) baik dominasi maupun intermediet (Yatim, 1983 )
Dalam suatu persilangan perlu diketahui terlebih dahulu istilah-istilah yang digunakan. Istilah-istilah dalam persilangan dapat kita pahami pada uraian berikut (Brown, T.A, 1993).

1          Pariental (P), artinya induk atau orang tua.
2          Filial (F), artinya keturunan.
3          keturunan pertama (F1) = anak
4          keturunan kedua (F2) = cucu
5          Genotipe adalah sifat-sifat menurun yang tidak nampak dari luar, disimbolkan dengan pasangan huruf. Contoh: AA, Aa, aa, AABB,dan AaBB.
6          Gamet adalah sel kelamin dan berasal dari genotipe. Contoh: genotipe Aa, gametnya A dan a.
7          Fenotipe adalah sifat menurun yang nampak dari luar.Contoh: buah besar, buah kecil, rasa manis, rasa asam,batang tinggi, dan batang pendek.
8          Dominan adalah sifat-sifat gen yang selalu nampak atau muncul, disimbolkan dengan huruf besar. Contoh: AA, BB, dan CC.
9          Gen resesif adalah sifat-sifat gen yang tidak selalu nampak baru muncul apabila bersama-sama gen resesif lain, disimbolkan dengan huruf kecil. Contoh: aa, bb, dan cc.
10        Homozigot adalah pasangan gen yang sifatnya sama. Contoh: AA, aa, BB, bb, CC, dan cc.
11        Heterozigot adalah pasangan gen yang tidak sama. Contoh: Aa, Bb, dan Cc.





Persilangan monohibrid adalah persilangan antara dua individu sejenis dengan memperhatikan satu sifat beda. Pada persilangan monohibrid terdapat test cross dan sifat intermediet (Suryo, 1990).

a. Test Cross
Test cross adalah penyilangan individu yang ingin diketahui genotipenya dengan individu bergenotipe homozigot resesif. Hasil persilangan tersebut mempunyai dua kemungkinan sebagai berikut (Campbell, N.A., Reece , J.B., Mitchell, L.G. 2002) :
1) Jika tanaman bergenotipe BB disilangkan dengan tanaman bergenotipe bb (homozigot resesif), maka akan menghasilkan keturunan yang bergenotipe Bb semuanya. Dengan B = bulat, b = keriput. Jadi, semua keturunan memiliki biji bulat.

2) Jika tanaman tersebut bergenotipe Bb disilangkan dengan tanaman bergenotipe bb (homozigot resesif), maka akan menghasilkan keturunan bergenotipe Bb dan bb.

Berdasarkan tes cross yang dilakukan oleh Mendel, dapat diketahui bahwa sifat bulat (B) dominan terhadap sifat keriput (b) sehingga individu yang bergenotipe Bb mempunyai fenotipe bulat, dan genotipe individu yang berfenotipe bulat adalah BB dan Bb.

b. Sifat intermediet
Sifat intermediet dipengaruhi oleh gen dominan yang tidak jenuh. Seperti yang dilakukan oleh Mendel terhadap tanaman Antirrhinum majus berbunga merah galur murni (MM) disilangkan dengan Antirrhinum majus berwarna putih galur murni (mm). Hasil keturunan yang didapatkan oleh Mendel adalah Antirrhinum majus yang berfenotipe warna merah muda, bukan berwarna merah meskipun genotipenya Mm. (Tjan, Kiauw Nio, 1995).
Mendel mengemukakan beberapa kesimpulan yang kemudian disebut Hukum Mendel:
1. Setiap individu hasil persilangan mengandung gamet dari kedua induknya (bersifat diploid = 2n), misalnya induk jantan berwarna merah (MM)
dan betina (mm) maka keturunannya memiliki gen Mm.

2. Pada proses pembentukan gamet, gen berpisah secara acak (Hukum Segregasi secara bebas) atau dikenal sebagai Hukum Mendel I. Jadi Mm akan
berpisah menjadi dua gamet, yaitu M dan m.

3. Pada proses pembuahan (fertilisasi) gamet akan bertemu secara acak pula (asortasi) atau dikenal sebagai Hukum Mendel II. Dalam kasus di atas gamet M dapat membuahi gamet lainnya, misalnya M atau dapat juga m.


III        Metode Kerja

3.1    Alat dan Bahan
1        Kancing dengan dua warna yang berbeda
2        kantong plastic
3        alat tulis

                           Prosedur Kerja

1    Dimasukkan kancing dua warna yang berbeda, masing-masing 100 kancing,
2    Dikeluarkan secara acak 2 kancing, kenudian dimasukkan kembali kancing yang telah diambil, dilakukan sebanyak 800 kali
3    Dicatat kombinasi warna setiap pasangan kancing yang dikeluarkan
4    Diasumsikan warna yang tua (MM) dominant terhadap warna yang muda(mm)
5    Dilakukan analisa chi-square terhadap hasil pengamatan.
6    Diberikan kesimpulan atas hasil yang telah diperoleh.









IV        Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil
NO
MM
Mm
mm
1

~

2

~

3

~

4

~

5
~


6


~
7

~

8

~

9

~

10
~


11

~

12

~

13

~

14


~
15
~


16
~


17
~


18

~

19

~

20


~
21

~

22

~

23

~

24

~

25


~
26
~


27

~

28


~
29

~

30
~


31
~


32

~

33

~

34

~

35
~


36


~
37


~
38

~

39
~


40


~
41


~
42

~

43

~

44


~
45

~

46
~


47

~

48

~

49

~

50

~

51

~

52


~
53


~
54
~


55
~


56

~

57

~

58

~

59
~


60

~

61

~

62

~

63

~

64
~


65


~
66
~


67

~

68

~

69
~


70
~


71

~

72


~
73
~


74

~

75

~

76

~

77

~

78

~

79
~


80
~


81

~

82
~


83


~
84

~

85

~

86

~

87

~

88

~

89
~


90

~

91

~

92
~


93
~


94

~

95


~
96

~

97

~

98

~

99


~
100


~
T
24
57
19


MM
Mm
mm
total
O
24
57
19
100
E
25
50
25
100
D
-1
7
6
0
X2
0,04
0,98
1,44
2,46
                    Tabel chi-square

X2 = Σ (o-e)2  = d2
              e           e

MM
X2  = Σ ( 24-25)2 = 0,04
                   25

Mm

X2  = Σ (57-50)2 = 0,98
                   50

Mm

X2  = Σ (19-25)2 = 1,44
                   25

4.2  Pembahasan

Menurut Mendel, suatu monohibrid yang melakukan penyerbukan sendiri seharusnya menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotipe 3:1. Hasil persilangan monohibrid didapatkan fenotipe ungu sebanyak 81 buah dan fenotipe putih sebanyak 19 buah. Tetapi secara teoritis hasil yang didapatkan seharusnya 75 buah untuk fenotipe ungu, dan 25 untuk fenotipe putih. . Dari sini dapat dilihat bahwa penyimpangan fenotipe ungu sebesar 6 dan fenotipe putih sebesar -6. Berhubung dengan adanya penyimpangan antara hasil yang didapat dengan hasil yang diharapkan secara teoritis dilakukan evaluasi menggunakan chi-square test. Adanya penyimpangan tidak disebabkan oleh faktor kemungkinan, melainkan hanya terjadi secara kebetulan.

V.                Penutup

             Kesimpulan

1.Berdasarkan hukum Mendel rasio fenotipe generasi F2 persilangan monohibrid adalah 3:1.
2.Adanya penyimpangan antara hasil yang didapat dari percobaan dengan hasil yang diharapkan secara teoritis.
3.Chi-square test digunakan untuk mengevaluasi penyimpangan dari hasil percobaan.

5.2  Saran

~ Kelengkapan alat praktikum dan bahan praktikum lebih di tingkatkan.
~ Saat melakukan percobaan dan perhitungan, sebaiknya praktikan lebih teliti.





DAFTAR PUSTAKA

Brown, T.A. 1993. Genetics A Molecular Approach. Department of Biochemistry And Applicd Molecular, Umist, Manchester: United Kingdom.

Campbell, N.A., Reece , J.B., Mitchell, L.G. 2002. Biologi (Diterjemahkan oleh Manalu,W.). Jakarta : Erlangga.

Suryo. 1990. Genetika. Yogyakarta : Universitas Gadjah mada Press.

Suryo. 1994. Genetika Manusia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Suryo. 1996. Genetika. Yogyakarta: UGM Press.

Tjan, Kiauw Nio. 1995. Genetika Dasar (Diktat). Bandung: penerbit ITB.

Wels, James R.1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta : erlangga

Yatim, Wildan.1983. Genetika. Bandung : tarsito



Tidak ada komentar:

Posting Komentar