Selasa, 20 September 2011

GETARAN,GELOMBANG, DAN LISTRIK


BAB I
GERAK GELOMBANG

1.1  Pengertian Getaran Dan Persamaan Getaran Harmonis
1.1.1
Pengertian Getaran
Getaran selaras adalah gerak proyeksi sebuah titik yang bergerak melingkar beraturan, yang setiap saat diproyeksikan pada salah satu garis tengah lingkaran. Gaya yang bekerja pada gerak ini berbanding lurus dengan simpangan benda dan arahnya menuju ke titik setirnbangnya
Getaran selaras sederhana adalah gerak harmonis yang grafiknya merupakan sinusoidal dengan frekuensi dan amplitudo tetap.
Perioda atau waktu getar (T) adalah selang waktu yang diperlukan untuk melakukan satu getaran lengkap(detik).
Freknensi (f) adalah jumlah getaran yang dilakukan dalam satu detik (Hertz).
Hubungan freknensi dan perioda: f = 1/T
    1.1.2 Persamaan Getaran Harmonis
Simpangan (y)
Kecepatan (Vy)
Percepatan (ay)
y = A Sin 
   = A Sin  t
Vy = dy/dt
      = A cos t
ay = dvy/dt
     =d2y/dt2
     = -2A sin t

ay = -2y
A = ampiltudo
       getaran
 = kecepatan
       anguler
w = 2 f = 2/T
ymaks = A
(di titik tertinggi )
 = t = 2t/T
 
= sudut fase
vy maks = A
(dititik terendah/titik setimbang)
ay maks = 2
(pada saat membalik di titik tertinggi)




1.2  Fase, Beda Fase Dan Gaya Penyebab Getaran Harmonis
Fase Getaran : Selisih fase antara due titik yang melakukan getaran selaras
Beda Fase :
 = 1 - 2

Catatan:
0 << 1
Jika  = 1 3/4 dapat ditulis  = 3/4, sehingga = 2.3/4 = 270_
 = 2 1/3 dapat ditulis = 1/3, sehingga  = 2.1/3 = 120_
Gaya Getaran:
F = m.ay
F = -m.2.y = -K.y

1.3 Energi Getaran Harmonis Dan Contohnya
Energi kinetik (Ek) :
  = t/T= /360 = /2

Energi potensial (Ep) :
 = 1 - 2
Catatan : 0 
jika1 ¾dapat ditulis = ¾, sehingga  = 2.¾ = 270°
jika2 1/3dapat ditulis = ¾, sehingga  = 2.¾ = 270°


Energi mekanis (EM)
:
F = m.ay
F = - mw².y = -K.y

1.3.1 Contoh Getaran Harmonis
Energi Kinetik (Ek)
Energi Potensial (Ep)
Energi Mekanik (EM)

½ m.v² = ½ m.².A² COS² .t
½ K.y² = ½ m.².A² sin² .t
Ek + Ep = ½ m.².A²




Bandul Sederhana
Benda bergantung pada pegas
Perioda Bandul (T) :T = 2 l/g)
Tidak tergantung massa benda

Gaya Pemulih (F):F = w sin
Periode pegas (T):T = 2 (m/k)
Contoh 1.
Suatu titik materi bergetar harmonis dan menghasilkan energi kinetik sama dengan tiga kali energi potensialnya. Berapakah sudut simpangan pada saat itu ?
Jawab
Ek 3p ½ mw²A² cos²  = 3. ½ m²A² Sin²

[sin /cos ]² = 1/3 tg  = 1/3  = 30°

1.4 Macam-Macam Gelombang
- Berdasarkan arah getar:
1. Gelombang transversal   arah getarnya tegak lurus arah rambatnya.
2. Gelombang longitudinal    arah getarnya searah dengan arah rambatnya.


- Berdasarkan cara rambat dan medium yang dilalui :
1. Gelombang mekanik  yang dirambatkan adalah gelombang mekanik dan untuk perambatannya diperlukan medium.
2. Celombang elektromagnetik  yang dirambatkan adalah medan listrik magnet, dan tidak diperlukan medium.

- Berdasarkan amplitudonya:
1. Gelombang berjalan    gelombang yang amplitudonya tetap pada titik yang dilewatinya.
2. Gelombang stasioner    gelombang yang amplitudonya tidak tetap pada titik yang dilewatinya, yang terbentuk dari interferensi dua buah gelombang datang dan pantul yang masing-masing memiliki frekuensi dan amplitudo sama tetapi fasenya berlawanan.


1.5 Persamaan Gelombang Berjalan
y=Asin(at-kx)
y=A sin 2/T (t- x/v )
y=A sin 2 (t/T-x/)

Tanda (-) menyatakan gelombang merambat dari kiri ke kanan

A = amplitudo gelombang (m)
 = v.T = panjang gelombang (m)
v = cepat rambat gelombang (m/s)
k = 2/ = bilangan gelombang (m')
x = jarak suatu titik terhadap titik asal            (m)
Sudut fase
gelombang ()
Fase
gelombang ()
Beda fase gelombang (A)
 = 2 [(t/T) - (x/)
= (t/T) - (x/)
= x/X2-X1)
Contoh:
Sebuah sumber bunyi A menghasilkan gelombang berjalan dengan cepat rambat 80 m/det, frekuensi 20 Hz den amplitudo 10 cm. Hitunglah fase den simpangan titik B yang berjarak 9 meter dari titik A, pada saat titik Asudah bergetar 16 kali !

Jawab:
f = 20 Hz                                perioda gelombang : T = 1/20 = 0,05 detik
                                                    panjang gelombang:
 = v/f = 80/20 = 4 m

titik A bergetar 16 kali waktu getar t = 16/20 = 0,8 detik
fase titik B:
B = t/T - x/
= 0,8/0,05 - 9/4
= 13 ¾
= ¾ (ambil pecahaanya)
simpangan titik B:
YB = A sin 2 (t/T - x/)
= 10 sin 2 (¾)
= 10 sin 270 = -10 cm
1.6 Pelayangan Dan Resonansi
Bunyi termasuk gelombang longitudinal yang dapat merambat pada medium padat, cair atau gas.

1.6.1 Pelayangan dan resonansi bunyi
Pelayangan adalah gejala mengeras dan melunaknya bunyi yang terjadi
secara teratur disebabkan oleh interferensi dua nada yang
frekuensinya berbeda sedikit.

fi  f2  f = f
1 - f2
1 layangan : gejala terjadinya dua pengerasan bunyi yang
berturutan. (1 layangan = keras - lemah - keras).

Resonansi adalah ikut bergetarnya suatu benda karena pengaruh
getaran benda lain di dekatnya. Jadi freknensi kedua benda
sama.
f1 = f2 f = 0  bunyi saling berinterferensi sempurna
(saling menguatkan).

1.7 Cepat Rambat Gelombang
Cepat rambat gelombang transversal dalam dawai/tali :
Cepat rambat gelombang dalam semua medium(umum) :
v =F/
F = gaya tegang tali = m.g
gaya beban
= massa tali / panjang tali = m/l
v= .f
= panjang gelombang (m)
f =frekuensi gelombang (Hz)

Cepat rambat gelombang bunyi(longitudinal) dalam :
Cepat rambat gelombang bunyi (longitudinal)dalam gas :
zat padat  v = /
zat cair     v = /

E = modulus elastis zat padat
B = modulus Bulk zat cair
p = kerapatan medium perambat

v = P/
P = tekanan gas (N/m2)

Jika perambatan bunyi dalam gas dianggap sebagai proses adiabatik maka

v=  RT/M
 = Cp/Cv = kons. Laplace.
 = kerapatan gas
T = suhu mutlak
M = massa satu mol gas(BM)












BAB II
CAHAYA SEBAGAI GELOMBANG


2.1 Sifat Gelombang Cahaya
Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan 3 x 100.000.000 m/s.
2.2 Sifat-sifat cahaya :
1.Dapat mengalami pemantulan (refleksi)
2.Dapat mengalami pembiasan (refraksi)
3.Dapat mengalami pelenturan (difraksi)
4.Dapat dijumlahkan (interferensi)
5.Dapat diuraikan (dispersi)
6Dapat diserap arah getarnya (polarisasi)
7.Bersifat sebagai gelombang dan partikel
2.3 Hukum Pemantulan Cahaya
Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar.
Sudut datang (i) = sudut pantul (r)
2.3.1 Pemantulan pada Cermin Datar
Sifat pembentukan bayangan pada cermin datar :
Jarak bayangan ke cermin = jarak benda ke cermin. Tinggi bayangan = tinggi benda
Bayangan bersifat tegak dan maya, dibelakang cermin




2.3.2 Pemantulan pada Cermin Cekung
Sinar-sinar Istimewa pada cermin Cekung :
Sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus.Sinar datang melalui titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama.Sinar datang melalui pusat kelengkungan cermin dipantulkan melalui titik itu juga.
Sifat Bayangan :
a. Bila benda di ruang I, maka c. Bila benda di ruang III, maka Bayangan di ruang IV Bayangan di ruang II Maya, tegak, diperbesar danNyata, terbalik, diperkecil
b. Bila benda di ruang II, maka Bayangan di ruang III Nyata, terbalik, diperbesar
2.3.4 Pemantulan pada Cermin Cembung
Sinar-sinar Istimewa pada cermin Cembung :
Sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan seolah-olah berasal dari titik fokus.Sinar datang melalui titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama.Sinar datang melalui pusat kelengkungan cermin dipantulkan melalui titik itu juga.
Sifat Bayangan :Maya, tegak, diperkecil.
2.4 Hukum pembiasan cahaya
2.4.1 Pembiasan pada Lensa Cembung
Sinar-sinar Istimewa pada Lensa Cembung :
Sinar sejajar sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus..Sinar melalui titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama.Sinar datang melalui titik pusat optik tidak dibiaskan.
Sifat Bayangan :
a. Bila benda di ruang I, maka Bayangan maya (di depan lensa), tegak, diperbesar
b. Bila benda di ruang II, makaBayangan nyata (dibelakang lensa), terbalik, diperbesar
c. Bila benda di ruang III, makaBayangan nyata, terbalik, diperkecil

2.4.2 Pembiasan pada Lensa Cekung
Sinar-sinar Istimewa pada Lensa Cekung :
Sinar sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik fokus.Sinar datang seolah-olah menuju titik fokus dibiaskan sejajar sumbu utama.Sinar datang melalui pusat optik tidak dibiaskan.Sifat Bayangan :
Maya, tegak, diperkecil.
2.5 Dispersi Cahaya
Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromarik (putih) menjadi cahaya-cahaya monokromatik (me, ji, ku, hi, bi, ni, u) pada prisma..Peristiwa dispersi ini terjadi karena perbedaan indeks bias tiap warna cahaya. Cahaya berwarna merah mengalami deviasi terkecil sedangkan warna ungu mengalami deviasi terbesar.
Sudut disperse
 = u - m
 = (nu - nm)
m = sudut deviasi merah
u = sudut deviasi ungu
nu = indeks bias untuk warna ungu
nm = indeks bias untuk warna merah

Catatan : Untuk menghilangkan dispersi antara sinar ungu dan sinar merah kita gunakan susunan Prisma Akhromatik.
tot = kerona - flinta = 0
Untuk menghilangkan deviasi suatu warna, misalnya hijau, kita gunakan susunan prisma pandang lurus.
Dtot = Dkerona - Dflinta = 0

Sinar datang L menghasilkan warna-warna di atas permukaan lapisan (misal minyak) dengan syarat:
2 nd cos r
(2m -1)1/2 
terang (maks)
(2m)1/2 
gelap (min)
Jika sinar datang tegak lurus permukaan lapisan maka cos r = 1
m = Orde = 1, 2, 3, ........
= panjang gelombang cahaya di udara
n= indeks bias lapisan

Agar mendapatkan pola interferensi cahaya pada layar maka harus digunakan dua sumber cahaya yang koheren (cahaya dengan beda fase tetap).Percobaan Young menggunakan satu sumber cahaya tetapi dipisahkan menjadi dua bagian yang koheren, sedangkan percobaan Fresnel menggunakan dua sumber koheren, sehingga pada layar terjadi pola-pola terang (interferensi koostruktif = maksimum) dan gelap (interferensi destruktif = minimum).Rumus percobaan Young dan Fresnel untuk celah ganda (dua celah) adalah sama, yaitu:
p . d
(2m) 1/2 
terang (maks)
..l
(2m - 1) 1/2 
gelap (min)
p = jarak terang/gelap ke pusat
d = jarak dua celah terdekat
l = jarak sumber-layar
m = orde = 1,2,3, .........

= panjang gelombang cahaya
Untuk difraksi dan interferensi pada celah tunggal (satu celah) rumusnya menjadi:
p . d
(2m - 1) 1/2 
terang (maks)
..l
(2m) 1/2 
gelap (min)





BAB III
GELOMBANG BUNYI

3.1 Sumber Bunyi
Sumber bunyi (berupa benda-benda yang bergetar) terbagi tiga, yaitu dawai (senar/tali) pipa organa terbuka dan pipa organa tertutup.
3.1.1 SYARAT NADA DASAR ( fo ) PIPA ORGANA TERBUKA =
NADA DASAR ( fo ) DAWAI

L = (n+1/2)untuk fo  n = 0 => L = 1/2 


3.1.2 SYARAT NADA DASAR PIPA ORGANA TERTUTUP
L = (2n+1)  untuk fo  n = 0  L = ¼
4

3.1.3 PERBANDINGAN FREKUENSI NADA-NADA PADA SUMBER BUNYI
Dawai
: fo : f1 : f2 = 1: 2 :3 ...
Pipa Organa Terbuka (POB)
: fo : f1 : f2 = 1 :2 :3 ...
Pipa Organa Tertutup (POT)
: fo : f1 : f2 = 1 : 3 : 5 ...

Catatan : - pada dawai, bagian yang dijepit/ditekan selalu timbul
simpul (s) gelombang. Jadi p < s.
- pada pipa organa, bagian terbuka selalu timbul perut (p)
gelombang sedangkan bagian terlutup selalu timbul simpul
(s) gelombang. Jadi p > s (POB) ; p = s (POT)
- f1 disebut nada atas 1 f2 disebut nada atas 2 dst
3.2 Efek Dopler
Efek Doppler menjelaskan peristiwa terjadinya perubahan frekuensi yang terdengar (fp) karena adanya gerak relatif sumber dan pendengar.
fp = fs v ± vp
v ± vs
fp = frekuensi pendengar
fs = frekuensi sumber
v = kecepatan bunyi di udara
vp = kecepatan pendengar
vs = kecepatan sumber
Ketentuan :
vp +  pendengar mendekati sumber
0  pendengar diam
-  pendengar menjauhi sumber

vs +  sumber mendekati pendengar
0  sumber diam
-  sumber menjauhi pendengar

3.3 Gejala Akustik (Intensitas Dan Taraf Intensitas Bunyi)
3.3.1 INTENSITAS BUNYI ( I )
v = kecepatan bunyi di udara
vp = kecepatan pendengar
vs = kecepatan sumber

Intensitas bunyi (I) adalah jumlah energi bunyi yang menembus tegak lurus bidang
per detik.
I = P/A = P/(4R2)
I 1/R²
P = daya bunyi (watt)
A = luas bidang bole (m² atau cm²)
A = 4R²
R = jarak suatu titik ke sumber bunyi
I = 2² f² A² v
I  A²
I f²
3.3.2 TARAF INTENSITAS BUNYI (TI)
TI = 10 log (I/lo)

TI mempunyai satuan desibell (dB)
Io = intensitas ambang
Io = 10E-16 watt/cm² pada frekuensi 100 Hz

Batas intensitas dan taraf intensitas yang dapat didengar pada frekuensi 1000 Hz:

10E-16  I  10E-4 watt/cm²
0  TI  120 dB


BAB IV
LISTRIK STATIS

4.1 Muatan Listrik
Muatan listrik (Q) terbagi dua yaitu muatan listrik positif (+) dan muatan listrik negatif (-).Jika batang ebonit digosok dengan kain wol, maka ebonit bermuatan listrik negatif sedangkan jika kaca digosok dengan kain sutra, maka kaca bermuatan listrik positif. Muatan listrik sejenis tolak menolak sedangkan yang berlainan jenis tarik menarik.
Kuat Medan Listrik Dan Hukum Coulomb
E = k Q/R²
Suatu benda bermuatan listrik akan menimbulkan medan listrik disekitarnya. Pengaruh medan listrik disuatu titik dinyatakan oleh besaran vektor Kuat Medan Listrik (E), dengan satuan N/C.Jika suatu benda lain bermuatan Q' ditempatkan di titik tersebut, maka benda bermuatan tersebut akan mengalami GAYA ELEKTROSTATIK F (disebut juga GAYA COULOMB).
F = Q E = k Q Q'/R²
F = Gaya tarik/tolak (dalam Newton)
R   = jarak muatan Q dan Q' (dalam meter)
k   = tetapan = ¼o = 9 x 10E9 Nm/coul
o = permitivitas vakum = 8,85 x 10E-12 coul²/Nm
Q,Q' = muatan listrik (Coulomb)

 4.2 Potensial Dan Energi Listrik
Potensial listrik (V) di titik A karena muatan Q adalah:
V = k Q/R atau V = E R
Jika suatu muatan listrik Q berada di dalam beda potensial V maka muatan listrik tersebut memiliki energi potensial (Ep) sebesar :
Ep = QV


Usaha (W) untuk memindahkan muatan Q dalam medan listrik dari titik A ke titik B adalah :
W = (EP)B - (EP)A VB = potensial di titik B
= Q (VB - VA)    VA = potensial di titik A
4.3 Garis-Garis Gaya Dan Hukum Gauss
Garis-garis gaya adalah garis khayal yang arahnya (atau arah garis singgungnya) menyatakan arah kuat medan listrik di suatu titik. Kerapatannya menyatakan besar kuat medan listrik di tempat tersebut.
E ~ N/An  N =  E An
HUKUM GAUSS :
Pada suatu bidang tertutup, jumlah garis gaya keluar dikurangi jumlah garis gaya masuk sama dengan muatan listrik di dalam bidang tersebut


A
n = 4  r²     N    =    1     Q  o  N = Q    di udara
 4  r²    4o  r²

4.4 Kapasitor
KAPASITAS SUATU KAPASITOR (C) KEPING SEJAJAR :
C = Q/V
Untuk mengubah nilai kapasitas kapasitor C dapat digunakan rumus :
C = (K o A)/d = K Co
Q = muatan yang tersimpan pada keping kapasitor
V = beda potensial antara keping kapasitor.

KUAT MEDAN LISTRIK (E) DI ANTARA KEPING SEJAJAR :
E = / = V/d
 = rapat muatan = Q/A  A = luas keping
 = K o
K = tetapan dielektrik bahan yang disisipkan di antara keping kapasitor.
K = 1  untuk bahan udara
1  untuk bahan dielektrik


Jika dua bola konduktor dengan kapasitas C1 dan C2 serta tegangan V1 dan V2, dihubungkan dengan sepotong kawat kecil, maka potensial gabungan pada bola-bola tersebut :Vgab = C1V1 + C2V2
C1 + C2

ENERGI YANG TERSIMPAN DALAM KAPASITOR (W) :

W = ½ Q V = ½ C V² = ½ Q²/C satuan Joule

RANGKAIAN KAPASITOR SERI DAN PARALEL :
SERI

1/Cs = 1/C1 + 1/C2 + 1/C3 + ...
VG = V1 + V2 + V3 + ...
Qg = Q1 = Q2 = Q3 = ...
PARALEL

Cp = C1 + C2 + C3 + ...
Vg = V1 = V2 = V3 = ...
Qg = QI + Q2 + Q3 + ...
Contoh 1 :
Sebuah titik A yang bermuatan -10 mC berada di udara pada jarak 6 cm dari titik B yang bermuatan +9 mC. Hitunglah kuat medan di sebuah titik yang terletak 3 cm dari A den 9 cm dari B !
Jawab:
Misalkan titik C (diasumsikan bermuatan positif) dipengaruhi oleh kedua muatan QA den QB, maka :
EA = k.QA = (9.10E9) (10.10E-6) = 10E8 N/C
        RA2          (3.10E-2)²
EA = k.QB = (9.10E9) (10.10E-6) = 10 E87 N/C
        RB²          (3×10E-2)²

Jadi resultan kuat medan di titik C adalah :
EC = EA - EB = 9 × 107 N/C






BAB V
INDUKSI MAGNETIK DAN INDUKSI ELEKTROMAGNETIK

5.1 Arah Medan Magnet yang Ditimbulkan Oleh Arus Listrik
            Karena arus listrik adalah muatan listrik yang bergerak , dapat dikatakan gerakan muatan listrik menimbulkan medan magnet. Arah medan magnet sangat ditentukan oleh arus listriknya.
5.2 Besar Induksi Magnetik yang ditimbulkan oleh kawat Lurus Berarus listrik
            Besar induksi listrik pada suatu titik ditentukan oleh jarak titik itu ke kawat pengantar berarus listrik dan besarnya arus listrik.ditulis dengan rumus:
B=

Dengan
B=besar induksi magnetic
kuat arus listrik
jarakm kuet arus listrik sampai titik tersebut
permeabilitas ruang hampa

Induksi magnetic pada Kawat Penghantar Melingkar Berarus listrik
Induksi magnetic pada Solenoida
Kumparan yang mempunyai jumlah lilitan lebih dari 10 disebut selenoida. Jumlah lilitan tiaqp meter adalah
n=N
l
Kita tinjau dari sejumlah lilitan sepanjang dx.Jumlah lilitan sepanjang dx ialah ndx.dari rumus:                                                                         B=sin
       2
Untuk ndx lilitan diperoleh :                             dB=sinndx
                                        2
Dengan
 sudut antara r dan x
r = cosec 
x= cotg
dx= cosoc2
Kumparan yang dialiri arus listrik bersifat seperti magnet batang. Kutub S magnet ditandai jika dilihat arah arus pada ujung kimparan “searah” jarum jam maka ujung tersewbut kutub selatan.
5.3.2 Toroida
Suatu selenoida yang berada di lingkungan sehingga membentuk lingkatan dinamaka toroida. Besaernya induksi magnetic pada sumbu toroida :
B=n
Dengan n merupaka jumlah lilitan tiap meter.

5.4   Gaya Lorentz

5.4.1      Arah gaya Lorentz
Gaya Lorentz ditentukan oleh arah arus dan arah medan magnet.Arah gaya ini dapat ditentukan oleh kaidah tangan kanan. Jika arus listrik mengalir dari siku ke ujung jari dan arah lipatan keempat jeri meunjukkan arah kuat medan magnet maka rentangn ibu jari menunjukkan arah gaya Lorentz

5.4.2      Besar Gaya Magnetik
Dengan cara mengubah besar kecilnya kuet arus, dan mengubah magnet,Lorentz menyimpulkan bahwa besarnya gaya sebanding dengan kuat arus, kuat medan magnet, dan tergantung pada posisi kawwat terhadap arah medan magnetnya.
F=B   L sin 
Dengan
F= gaya lorentz
 = sudut antara arah kut arus dengan arah medan magnet
L= panjang kawt yang berada di dalam medan magnet
I =- kuat arus
B = besar medan magnet

5.5   Gaya Magnetik pada dua Penghntar yang Berarus Lisatrik

5.5.1      Gaya magnetic pada dua kawat sejajar
Dua penghantar  berarus listrik yang berdekatan akan saling mempengaruhi yaitu saling menolak atau saling menarik. Terjadi tolak menolak jika pada kedua penghantar mengalir arus yang berlawanan arah dan terjadi tarik menarikjika dalam penghantar mengalir arus yang searah.

Besar gaya tolak-menolak dihitung dengan cara sebagai berikut
B = 
       2
leh karena Q terdapat erus listrik i2, maka pada setiap satuan panjang bekerja gaya Lorentz
F: B i2
F = = 
       2


































BAB VI
RANGKAIAN LISTRIK ARUS BOLAK BALIK

6.1 Arus listrik
Arus listrik merupakan gerakan kelompok partikel bermuatan listrik dalam arah tertentu.  Arah arus listrik yang mengalir dalam suatu konduktor adalah dari potensial tinggi ke potensial rendah (berlawanan arah dengan gerak elektron).
6.1.1 KUAT ARUS LISTRIK (I)
adalah jumlah muatan listrik yang menembus penampang konduktor tiap satuan waktu.
I = Q/t = n e v A
Q = muatan listrik
n = jumlah elektron/volume
v = kecepatan elektron
6.1.2 RAPAT ARUS (J)
adalah kuat arus per satuan luas penampang.
J = I/A = n e v
e = muatan 1 eleltron = 1,6 x 10E-19
A = luas penampang yang dilalui arus
Hambatan Jenis Dan Hambatan Listrik


= E/J                                R =  L/A
 = hambatan jenis (ohm.m)
E = medan listrik
J = rapat arus
R = hambatan (ohm)
L = panjang konduktor (m)

6.1.3 HUBUNGAN HAMBATAN JENIS DAN HAMBATAN DENGAN SUHU
t = o(1 + t)

Rt = Ro(1 + t)

t, Rt = hambatan jenis dan hambatan pada t°C
o, Ro = hambatan jenis dan hambatan awal
=
konstanta bahan konduktor ( °C-1 )
t = selisih suhu (°C )
6.2 Hukum Ohm
Hukum Ohm menyatakan bahwa besar arus yang mengalir pada suatu konduktor pada suhu tetap sebanding dengan beda potensial antara kedua ujung-ujung konduktor
I = V / R
HUKUM OHM UNTUK RANGKAIAN TERTUTUP
I =     n E    
      R + n rd
I =      n     
     R + rd/p
n = banyak elemen yang disusun seri
E = ggl (volt)
rd = hambatan dalam elemen
R = hambatan luar
p = banyaknya elemen yang disusun paralel


RANGKAIAN HAMBATAN DISUSUN SERI DAN PARALEL
SERI
R = R1 + R2 + R3 + ...
V = V1 + V2 + V3 + ...
I = I1 = I2 = I3 = ...

PARALEL
1 = 1 + 1 + 1
R    R1  R2   R3

V = V1 = V2 = V3 = ...
I = I1 + I2 + I3 + ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar