BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sudah lebih dari
60 tahun sejak Bung Karno mendeklarasikan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia .
Setelah melalui perlawanan atas penjajahan fisik selama kurang lebih tiga
setengah abad. Kita telah merdeka secara fisik. Namun, ternyata mental-mental
keterjajahan itu masih bersemayam dalam jiwa sebagian besar masyarakat kita.
Betapa tidak, kita baru merdeka sekitar setengah abad, sedangkan rentang waktu
penjajahan fisik itu sudah lebih dari tiga setengah abad.
Tapi sayangnya
alasan ini tidak bisa dijadikan argument pemaafan akan keterbelakangan bangsa
kita. Lihat Malaysia dan
Korea Selatan yang umur kemerdekaannya lebih muda dari Indonesia , sudah menjadi salah satu
‘Macan Asia’. Kualitas SDM dan SDA bangsa kita sama sekali tidak kalah dengan
mereka, karena Allah menciptakan hardware manusia itu sama potensinya.
Begitu dahsyatnya keterbelakangan kita dalam
berbagai bidang. Dalam hal ekonomi, bangsa ini dikuasai hegemoni kapitalis yang
rakus. Segi politik, para preman jalanan itu telah mengganti baju mereka dengan
jas dan dasi yang mewah namun dengan perilaku tak berubah.
Di bidang moral,
rasa kemanusiaan mati terhadap penghargaan nyawa. Persis puisi Kahlil Gibran
tentang “Bangsa Kasihan”.
Kasihan bangsa,
yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan, dan menganggap penindasan
penjajah sebagai hadiah. Kasihan bangsa, yang negarawannya serigala,
filosofnya gentong nasi, dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru. Kasihan
bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang berjalan di atas
kuburan, tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada di antara
pedang dan landasan
Saat berpikir
untuk menulis mengenai “kepemudaan” terkait dengan Sumpah Pemuda, seharusnya
akan menjadi sangat menarik dan cukup panjang karena akan terdapat sangat
banyak sudut pandang untuk membicarakan pemuda. Secara sederhana dan garis
besar, sebenarnya siapakah pemuda itu atau yang lebih dikenal sebagai generasi
muda?
Satu
hal yang pasti lebih menarik dari pemuda atau “generasi muda” adalah
konsep-konsep yang sering diberati oleh nilai-nilai. Hal ini terutama
disebabkan karena keduanya bukanlah semata-mata istilah ilmiah tetapi sering
lebih merupakan pengertian ideologis atau kulturil. “Pemuda harapan bangsa”,
“pemuda penggerak pembaharuan”, “sumpah pemuda”, dan sebagainya, memperlihatkan
bahwa betapa saratnya nilai yang telah melekat pada kata “pemuda” tersebut.
Beberapa orang
yang pesimistis hanya akan mengatakan, bahwa sepertinya sejarah terlanjur
mempercayakan kepada pemuda (mahasiswa) untuk membuat perubahan. Sejarah tidak
(terlanjur) mempercayakan kepada pemuda untuk membuat perubahan. Tetapi sejarah
yang membuktikan bahwa pemuda adalah pencetus, penggerak dan pembuat
perubahan.
1.2. Tujuan Penyusunan
Penyusunan
makalah ini bertujuan untuk untuk memberikan pandangan dan gambaran serta
informasi tentang pemuda Indonesia ,
jasa serta tanggung jawab dan peranannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti pemuda Indonesia
Pemuda bagi Bangsa Indonesia adalah kelompok usia yang
memiliki nilai serta posisi yang strategis dalam masyarakat. Sejarah perjalanan
Bangsa Indonesia
selalu menyertai pemuda yang baik diminta maupun secara sukarela aktif di
dalamnya. Bahkan lebih daripada itu, sering kali berbagai moment penting bagi
Bangsa Indonesia
lahir dari ide, semangat dan kepemimpinan para pemuda. Pemuda yang karena
penggolongan usianya, memang selalu berpikir jernih dan bebas dalam menuangkan
segala bentuk ide serta gagasannya kepada bangsa dan negara.
2.2. Peran Pemuda Indonesia
Berbicara mengenai
pemuda, peranan generasi muda, dan mahasiswa adalah hal yang sangat menarik dan
dinamis untuk dibicarakan. Pembahasan tersebut tidaklah lepas dari faktor
sejarah karena pemuda erat kaitannya dengan perubahan-perubahan dan dinamika
sosial-keadaan suatu tempat atau negara.
Fakta sejarah
telah mencatat bahwa peran pemuda sebagai agent of change telah terbukti
sebagai salah satu pelopor perubahan penting dalam tatanan masyarakat, bangsa
bahkan menjadi sebuah kekuatan utama dalam gerakan revolusi. . Katakanlah perisitiwa penting bangsa seperti Sumpah
Pemuda, persiapan dan pelaksanaan Kemerdekaan RI, atau peristiwa sekitar tahun
1965 yang semuanya melibatkan peran aktif pemuda. Bagi pemuda berbagai peran
serta yang dilakukan terhadap sejarah perjalanan bangsa memiliki
catatan-catatan tersendiri.
Sejarah mencatat bahwa perubahan negeri ini banyak
dipengaruh oleh pemuda. Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda berasal dari
Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang kemudian dikenal sebagai
momentum Sumpah Pemuda. Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 menjadi sejarah
dan juga sebuah bukti bahwa pemuda memiliki semangat yang tinggi dalam upaya
perbaikan negerinya. 79 tahun sudah para pemuda mengenang hari yang paling
bersejarah ini.
Ikrar yang dilatarbelakangi
semangat perlawanan feodalisme itu adalah salah satu sejarah yang tidak bisa di
lupakan. Cita-cita kemerdekaan negeri dari penjajahan fisik menjadi agenda utama
pemuda Indonesia ketika itu baik dengan melakukan gerakan-gerakan moral yang
mengkritik feodal atau melakukan gerakan 'bawah tanah' dalam perlawanan feodal
(gerakan politik) untuk penyadaran kepada masyarakat bahwa kita harus bangkit.
Gerakan-gerakan ini banyak bermunculan dari berbagai pemahaman baik dari
komunitas Islam sendiri atau gerakan kesukuan yang ada. Perjuangan pemuda
memuncak ketika itu pada saat persiapan kemerdekaan. Pemuda Indoneisa melakukan
pengamanan kepada Soekarno di Rengasdenglok dan mengajak beliau untuk
memproklamasikan kemerdekaan segera. Kemudian disetujui oleh Saoekarno.
Rangkaian sejarah
tersebut menunjukkan peran penting para pemuda dan pemudi pribumi yang belajar
di Belanda dalam pengembangan faham nasionalisme di Hindia Belanda.
‘Nasionalisme Indonesia ’
kemudian dirumuskan lebih lanjut sebagai idealism pada Soempah
Pemoeda di tahun 1928. Dalam Kongress Pemuda II di tahun 1928 tersebut,
masalah pendidikan berwawasan kebangsaan juga dibahas secara mendalam. Selama
100 tahun, hingga saat ini, nasionalisme Indonesia
telah berhasil membawa bangsa Indonesia
mengarungi era dekolonisasi, Perang Dingin, dan globalisasi.
Sejarah pun
membuktikan sampai kapan “kepemudaan” itu akan bertahan. Memang sudah hukum
alam bahwa segala sesuatunya tidaklah kekal dan akan digantikan dengan sesuatu
yang baru. Yang hendak dipertegas di sini ialah, apakah para “pemuda” tersebut
akan selalu (tetap) menjadi “pemuda”?
Seringkali kita
melihat di media, bahwa tersangka korupsi atau orang yang dikatakan “layak
jahat”, ternyata beliau-beliau itu pada masa mudanya adalah aktivis-aktivis
yang kerap menyuarakan suara-kepentingan rakyat.
Masih banyak kasus (utamanya korupsi) lainnya yang apabila dikritisi lebih lanjut terdapat “tokoh-tokoh” yang dulunya adalah salah satu bagian dari “generasi muda” tersebut. Hal ini mengingatkan saya pada suatu pandangan dari salah satu tokohIndonesia ; H.S. Dillon. Ia
mengatakan bahwa pada dasarnya yang disebut dengan orang Indonesia itu adalah mahasiswa.
Masih banyak kasus (utamanya korupsi) lainnya yang apabila dikritisi lebih lanjut terdapat “tokoh-tokoh” yang dulunya adalah salah satu bagian dari “generasi muda” tersebut. Hal ini mengingatkan saya pada suatu pandangan dari salah satu tokoh
Saat sebagai
mahasiswa kita (sepenuhnya) menjadi orang Indonesia . Kita belum menjadi orang
Indonesia
seutuhnya karena kita belum dapat keluar dari kungkungan kepentingan pribadi,
golongan dan keluarga dalam mengutamakan kepentingan Negara dan bangsa sebagai
prioritas utama.
Mahasiswa
merupakan bagian masyarakat yang mampu menjadi orang Indonesia seutuhnya. Sebab di saat
menjadi mahasiswa, seseorang mampu melepaskan dirinya dari belenggu kepentingan
pribadi, golongan dan memfokuskan diri pada kepentingan bersama dan umum.
Di masa-masa
menjadi mahasiswalah dan hal ini sudah dibuktikan oleh banyak tokoh dunia dan nasional
muncul idealisme dan kreatifitas brillian seseorang.
Hal ini adalah
sedikit sejarah bahwa pemuda Indonesia
memiliki andil besar dalam inspirasi draf proklamasi kemerdekaan Indonesia .
Ada beberapa
hal yang bisa kita petik dan menjadi pelajaaran yaitu semangat perlawanan
pemuda ketika itu dan objek yang dilawan.
Realita peran
pemuda di atas harus diakui karena memiliki semangat nasionalisme tinggi dalam
memperjuangan tatanan demokrasi bangsa yang berorientasi pada gerakan
pro-kerakyatan. Kondisi pemuda Indonesia
pada saat itu merupakan aset bangsa yang sangat berharga. Optimistik gerakan
pemuda lahir dari idealisme yang sangat kuat. Selain itu, pemuda memiliki
mental kepribadian yang kuat, bersemangat, etos kerja yang tinggi, ulet,
kritis, disiplin, inovatif dan bekerja keras dalam menjadikan kehidupan
bangsanya menjadi lebih baik.
Lantas apabila
kita refleksikan kembali sejarah akan peran pemuda tersebut di Indonesia,
timbul pertanyaan: apa yang kita harapkan dari generasi muda sekarang? Sex,
Love, and Rock and Roll?. Tetapi esensi kutipan tersebut terus
menjelma dan bertransformasi terhadap generasi muda di tiap zamannya. Coba
lihat generasi muda Indonesia
saat ini, khususnya di Ibukota dan kota-kota besar. Bagaimanakah keseharian
tingkah laku pola mereka?
Cara mudah
menilainya mungkin dengan meneliti angka statistik, berapa prosentase seks pra
nikah atau prosentase “pemuda” yang pernah merasai obat-obatan terlarang
(termasuk ganja). Nah, hal-hal seperti itulah yang turut melunturkan
nilai-nilai perjuangan pemuda di masa lampau.
Hal di atasnya
bukanlah sekadar ungkapan pesimisme belaka, melainkan merupakan
sebuah refleksi akan keadaan nyata Indonesia dan bagaimana generasi
muda menyiasatinya dan keluar dari kungkungan hal-hal negatif tersebut. Karena
sampai kapan pun, pemuda adalah harapan bangsa.
Melihat realita
pemuda Indonesia
sekarang, harapan ini seakan menipis. Pemuda sekarang sedang berada di
persimpangan jalan, apakah akan menjadi generasi pengganti pelopor perubahan
dan kebangkitan ataukah bahkan penerus generasi tua sekarang menuju kepunahan.
Kekhawatiran ini bukan khayalan, fakta-fakta berbicara bahwa kerusakan generasi
muda sudah menjadi sedemikian parah. Narkoba, putus sekolah dan mutu pendidikan
rendah, pengangguran muda, free sex, fenomena ABG hedonis, tawuran dan
kriminalitas remaja. Sederet kata tersebut sudah sering membuat kepala pening.
Krisis jati diri itulah keyword-nya. Ini merupakan pangkal arus
demoralisasi yang menggurita. Globalisasi yang ditandai revolusi teknologi
informasi membuat seakan dunia bak desa yang sangat besar dan tidak seluruh
bangsa siap menghadapi bentuk pergaulan dunia baru yang seperti tanpa pembatas.
Bangsa yang tidak siap akan semakin terpuruk, tereksploitasi dan menjadi ’tong
sampah’ budaya barat yang menimbulkan krisis terhadap nilai-nilai yang dianut.
Nilai adalah akar kebudayaan dan peradaban suatu bangsa. Pergeseran nilai
selalu mendahului pergeseran teritorial suatu bangsa oleh karena itu pangkal
dari krisis jati diri yang diderita para peemuda hari ini adalah krisis nilai.
Wilayah nilai harus menjadi perhatian serius, karena permasalahan lainnya akan
dengan sendirinya selesai kalau kita mampu mengolah nilai-nilai yang ada
menjadi suatu sistem yang berjalan dengan baik yang bekerja di tengah-tengah
masyarakat
Dua jebakan yang
mungkin menimpa kita, pertama menjadi bebas nilai atau kedua,
sebaliknya secara primitif berpegang pada nilai-nilai lama yang usang. Keduanya
merupakan pilihan ekstrim yang terlihat mudah. Karenanya kita harus secepatnya
mencapai titik keseimbangan yang baru untuk menemukan nilai-nilai yang kita
sepakati kebaikannya. Di sisi lain kita melihat gagalnya generasi tua melakukan
rekonsiliasi dan juga kelambanannya memenuhi amanat rakyat. Mereka miskin
cita-cita, lemah semangat dan enggan berkorban. Memang tidak semua, ada pula
generasi tua yang dikucilkan yaitu orang-orang tua yang tetap muda
cita-citanya, semangatnya dan pengorbanannya
Begitulah, bangsa
ini telah merdeka secara fisik, tapi belum secara mental. Kita belum merdeka
seutuhnya. Pun, ketika para pemuda dan mahasiswanya telah berkali-kali turun ke
jalan mengawali perubahan. Seakan usaha mereka sia-sia. Atau, malah kaum pemuda
juga sudah menjadi salah satu masalah bangsa ini? Memang, agaknya permasalahan
pemuda bangsa ini juga tidak sedikit dan sudah perlu mendapat perhatian khusus.
Dengan idealisme yang -mestinya- masih murni dan rasa kepedulian kondisi bangsa
yang -harusnya juga- masih tinggi, para pemuda masih bisa berbuat banyak
Berbagai
penelitian mengatakan bahwa pada asasnya, gerakan pemuda lahir apabila suatu
masa (zaman) harus membutuhkan generasi muda untuk mendobrak hal-hal buruk demi
tercapainya hal baru yang lebih baik. Generasi muda akan merespon berbagai
situasi dan kondisi tersebut atas dasar kesadaran moral, tanggung jawab
intelektual, pengabdian sosial, situasi global, dan kepedulian politik.
Selain itu,
penting juga untuk menggali pemikiran dan pemahaman para founding fathers
negara ini untuk memperkaya dan memperkuat nasionalisme generasi muda.
Mahasiswa harus mengubah dirinya sendiri. Sesuatu yang ingin diubah
harus diawali dari diri sendiri.
Selain itu,
generasi muda harus paham bahwa belajar dari pengalaman senior adalah hal yang
biak. Maka dibutuhkanlah “penyaringan” dalam memilah tentang mana yang baik dan
mana yang buruk. Karena untuk mengubah sesuatu yang salah di negeri ini
tidaklah perlu pemotongan satu generasi.
Diperlukan
keberadaan generasi muda yang selalu ada untuk melihat, mengawasi, dan turut
berperan dalam memperbaiki negara Indonesia ini.
2.3 Pemuda Masa Kini
Pasca proklamasi
kemerdekaan RI dari 'penjajahan' fisik menjadikan semangat Sumpah Pemuda untuk
menjadikan bangsa Indonesia
bangsa yang satu masih terus terasa. Ini terlihat dari berbagai aksi
gerakan-gerakan mahasiswa yang terjadi di Indonesia . Perlawanan progresif
penjajahan gaya
baru terus dilakukan. Karena pengaruh penjajahan fisik yang terjadi di negeri
selama + 350 tahun lamanya maka imperalisme gaya baru pun masih membelenggu negeri ini.
Pertanyaan yang
kemudian timbul adalah: Kapan berakhir perlawanan kepada ideologi sekuler atau
imprealisme ini? Jawabannya adalah ketika pemuda dan rakyat meninggalkan
gerakan yang prakmatis. Yaitu gerakan yang hanya bersifat moral dan sosial
saja. Gerakan yang hanya bersifat kritis terhadap pemerintahan tetapi tidak
memberikan ideologi alternatif terhadap pemerintahan yang diyakini salah. Yang
harus dilakukan saat ini adalah paling tidak dalam internal pemuda harus mampu
mengideologisasikan diri dengan ideologi yang sesuai dengan fitrah dan juga
mampu untuk selalau membongkar makar imprealis. Dan tidak lupa dengan
memberikan ideologi alternatif dan sesuai dengan fitrah manusia
Yang pertama kali
harus difahami adalah tidak dalam semua hal pemuda menjadi penerus, kalau saja
semua yang terwariskan itu kebobrokan, maka pemuda harus menjadikan perannya
sebagai generasi pengganti atau pengubah. Dalam kondisi sekarang, ada beberapa
hal yang harus dimiliki oleh pemuda. Pertama, adalah memperteguh basis
moral kepribadian yang akan membentuk perangai akhlaq mulia. Jejak perubahan
akan menapak dengan jelas dan lugas jika sang pelopor menjadi model hidup yang
bisa diteladani. Kedua, mempertajam kompetensi diri pada suatu bidang
atau keterampilan tanpa harus kehilangan konteks yang utuh dengan bidang-bidang
terkait. Kompetensi ini juga harus kompetitif, karena dengan kompetensilah
seseorang bisa mandiri. Ketiga, menumbuhkan sense of crysis
pada bidang sospolekbud. Di sinilah moral diri dan kompetensi diri menemui
konteksnya sebagai fungsi dari harokah, sebuah gerakan amal jama’i yang akan
membawa peran serta masyarakat ke arah perubahan yang diharapkan. Yang perlu
diperhatikan, harokah bukanlah gerakan yang memisahkan dan menutup diri dari
masyarakat
Pemuda
harus menjadi pelaku aktif dan kritis guna mewujudkan Indonesia menjadi negara maju
dan disegani negara lain.Pemuda harus
mempersiapkan diri dengan memperbanyak ilmu pengetahuan,memperkuat mental,
fisik, serta menciptakan karakter kepribadian yang kuat agar dapat menjaga
persatuan, kesatuan,
dan martabat bangsa.
dan martabat bangsa.
Hal
ini adalah harapan dan sekaligus pengakuan bahwa eksistensi, kemampuan, kiprah,
dan peran pemuda sangat menentukan masa depan bangsa.
Wajah Indonesia
masa depan sebagian tergambar pada potret para pemuda
masa kini. Eksistensi Indonesia
masa depan sangat tergantung pada kekuatan kolektif pundak para pemuda untuk memanggulnya. Itulah posisi strategis pemuda dalam arus sejarah
bangsa.
Jelas
bahwa eksistensi pemuda tidak hadir pada ruang yang kosong. Kiprah dan peran
pemuda adalah produk interaksi dengan realitas dan
tantangan faktual yang dihadapi masyarakatnya. Karena itu, pemuda harus melawan
jeratan mitos-mitos kebesaran, bahwa perannya selalu penting,
tinggi dan berada di puncak-puncak kejadian penting sejarah
perjalanan bangsa. Pemuda harus secara sadar keluar dari sosok mitologis itu.
Sejarah
memang penting. Bangga kepada masa silam adalah sesuatu yang seharusnya dan
menjadi bagian dari rasa hormat kepada para pendahulu.
Tetapi yang lebih penting adalah melanjutkan sejarah dengan pahatan-pahatan
sejarah
baru yang lebih baik dan mengesankan.Para
pemuda harus menjadi sosok historis yang mau dan mampu menjadi actor perputaran kemajuan bangsa, guna melanjutkan etape-etape perjalanan
bangsa yang telah dirintis oleh para pendahulu.
Rintisan sejarah, tumpahan keringat, darah dan air mata pada pendahulu musti dilanjutkan dengan penuh kesungguhan
dan tanggung jawab.
baru yang lebih baik dan mengesankan.
Rintisan sejarah, tumpahan keringat, darah dan air mata pada pendahulu musti dilanjutkan dengan penuh kesungguhan
dan tanggung jawab.
Bagaimana
mampu menjadi sosok historis itu? Tentu dengan membekali diri secara cukup
untuk mampu tampil sebagai sosok pemuda Indonesia
masa kini.
Pertama,
menjadi generasi yang berkomitmen kepada rakyat, bangsa, dan
negara. Komitmen itu dilandasi oleh idealisme, cita-cita, dan militansi untuk menjadi anak-anak bangsa yang terbaik dan berfaedah bagi kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.Para pemuda adalah generasi yang tidak memikirkan
dirinya sendiri, tetapi memikirkan dan memerankan tanggung jawab sebagai anak-anak rakyat dan putra-putra bangsa yang sejati. Peran dan tanggung jawab sosialnya tampak nyata dan dirasakan orang banyak.
negara. Komitmen itu dilandasi oleh idealisme, cita-cita, dan militansi untuk menjadi anak-anak bangsa yang terbaik dan berfaedah bagi kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.
dirinya sendiri, tetapi memikirkan dan memerankan tanggung jawab sebagai anak-anak rakyat dan putra-putra bangsa yang sejati. Peran dan tanggung jawab sosialnya tampak nyata dan dirasakan orang banyak.
Kedua,
menjadi generasi yang berkompeten. Tantangan dunia baru yang penuh dengan
kompetisi hanya bisa dijawab dengan kompetensi:
kemampuan dan kesanggupan untuk mendapatkan peran berdasarkan prestasi dan
karya nyata.
Bukan bersandar dan bergantung kepada para senior dan orang tua.Para pemuda adalah generasi baru yang
mampu menghadapi persaingan dengan bekal kemampuan
pribadi yang cukup dan prestasi yang obyektif. Prestasi lebih menonjol ketimbang askripsi.
Bukan bersandar dan bergantung kepada para senior dan orang tua.
Ketiga,
menjadi generasi yang tetap menjunjung tinggi pluralisme. Para
pemuda bukan saja tetap menyadari dan menghormati
realitas keindonesiaan yang majemuk dan penuh dengan kepelbagaian, tetapi
bahkan makin sanggup untuk hidup dalam damai, harmoni,
serta penuh dengan kerjasama dan kebersamaan. Semangat Bhinneka Tunggal Ika
tetap dipegang teguh sebagai panduan dalam pergaulan nasional.
Parapemuda adalah genenasi baru yang kepribadiannya
tidak akan pernah terbelah oleh realitas dan tantangan kemajemukan Indonesia ,
dan justru malah
menjadi salah satu tali kesadaran yang mengikat keindonesiaan kita.
menjadi salah satu tali kesadaran yang mengikat keindonesiaan kita.
Keempat, menjadi generasi yang optimis. Para
pemuda bukan saja perlu konsisten dengan orientasi dan berpandangan
jauh ke depan, tetapi juga memegang teguh optimisme. Pesimisme adalah halangan
mentalitas bagi
kemajuan bangsa, dan bahkan bisa menjadi beban. Bangsa yang bercita-cita terus maju menjadi maju, modern dan bermartabat perlu menata konstruksi mentalitas positif, yakni optimisme. Dengan optimisme, sebagian masalah sudah terjawab. Sebaliknya, dengan pesimisme, peluang sebaik apapun tidak akan dapat didayagunakan.Para adalah generasi baru yang menatap dan berjuang untuk
masa depan dengan berani dan penuh optimisme. Tidak ada halangan
dan tantangan yang tidak sanggup dijawab.
kemajuan bangsa, dan bahkan bisa menjadi beban. Bangsa yang bercita-cita terus maju menjadi maju, modern dan bermartabat perlu menata konstruksi mentalitas positif, yakni optimisme. Dengan optimisme, sebagian masalah sudah terjawab. Sebaliknya, dengan pesimisme, peluang sebaik apapun tidak akan dapat didayagunakan.
Kelima,
menjadi generasi yang berakhlak dan relijius. Para
pemuda bukan saja dituntut untuk berkomitmen kepada bangsa,
berkompetensi tinggi, berpendirian pluralis dan selalu dipandu dengan optimism,
tetapi juga membutuhkan bangunan akhlak pribadi yang
baik dan berketuhanan. Akhlak sosial dalam bentuk peduli dan bertanggung jawab
kepada rakyat, bangsa dan negara juga perlu dibarengi dengan
akhlak pribadi yang terpuji. Basis dari akhlak pribadi dan akhlak sosial itu adalah nilai-nilai relijius yang dipegang oleh
rakyatIndonesia, serta bukan generasi yang sekuler. Sekulerisme
harus dijauhkan dari kehidupan generasi muda bangsa. Para
pemuda adalah generasi baru yang percaya kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa dan kemudian mendirikan nilai-nilai Ketuhanan itu dalam
pribadinya dan kehidupan
sehari-hari.
sehari-hari.
makin maju dan bermartabat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Generasi muda harus paham bahwa belajar dari pengalaman senior adalah hal
yang baik. Maka dibutuhkanlah “penyaringan” dalam memilah tentang mana yang
baik dan mana yang buruk. Karena untuk mengubah sesuatu yang salah di negeri
ini tidaklah perlu pemotongan satu generasi.
Diperlukan keberadaan generasi muda yang selalu ada untuk melihat,
mengawasi, dan turut berperan dalam memperbaiki negara Indonesia ini
3.2 Saran
Virus pola pikir
praktis yang sangat mudah dan cepat merasuki pemuda menjadi musuh utama
terhadap perubahanbagi bangsa ini. Oleh karena itu, pemuda yang memilki
intelektual, berpikir kritis dan berada dalam perasaan manusia ideal (masih
bersih dari politik kekuasaan) saatnya mengubah pola pikir. Pemuda harus tetap
dalam rel utama sebagai agent of change untuk melahirkan gagasan baru dalam
menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang baru pula.
DAFTAR PUSTAKA
Taufik Abdullah, Pemuda dan
Perubahan Sosial (Jakarta: LP3ES, 1974). (http://forumlintasgenerasi.blogspot.com/).
[http://google.com/].
[http://yahoo.com/].
[http://wikipedia.com/].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar