Selasa, 20 September 2011

PEMUDA INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Sudah lebih dari 60 tahun sejak Bung Karno mendeklarasikan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah melalui perlawanan atas penjajahan fisik selama kurang lebih tiga setengah abad. Kita telah merdeka secara fisik. Namun, ternyata mental-mental keterjajahan itu masih bersemayam dalam jiwa sebagian besar masyarakat kita. Betapa tidak, kita baru merdeka sekitar setengah abad, sedangkan rentang waktu penjajahan fisik itu sudah lebih dari tiga setengah abad.
Tapi sayangnya alasan ini tidak bisa dijadikan argument pemaafan akan keterbelakangan bangsa kita. Lihat Malaysia dan Korea Selatan yang umur kemerdekaannya lebih muda dari Indonesia, sudah menjadi salah satu ‘Macan Asia’. Kualitas SDM dan SDA bangsa kita sama sekali tidak kalah dengan mereka, karena Allah menciptakan hardware manusia itu sama potensinya.
 Begitu dahsyatnya keterbelakangan kita dalam berbagai bidang. Dalam hal ekonomi, bangsa ini dikuasai hegemoni kapitalis yang rakus. Segi politik, para preman jalanan itu telah mengganti baju mereka dengan jas dan dasi yang mewah namun dengan perilaku tak berubah.
Di bidang moral, rasa kemanusiaan mati terhadap penghargaan nyawa. Persis puisi Kahlil Gibran tentang “Bangsa Kasihan”.
Kasihan bangsa, yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan, dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah. Kasihan bangsa, yang negarawannya serigala, filosofnya gentong nasi, dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru. Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang berjalan di atas kuburan, tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada di antara pedang dan landasan
Saat berpikir untuk menulis mengenai “kepemudaan” terkait dengan Sumpah Pemuda, seharusnya akan menjadi sangat menarik dan cukup panjang karena akan terdapat sangat banyak sudut pandang untuk membicarakan pemuda. Secara sederhana dan garis besar, sebenarnya siapakah pemuda itu atau yang lebih dikenal sebagai generasi muda?
Satu hal yang pasti lebih menarik dari pemuda atau “generasi muda” adalah konsep-konsep yang sering diberati oleh nilai-nilai. Hal ini terutama disebabkan karena keduanya bukanlah semata-mata istilah ilmiah tetapi sering lebih merupakan pengertian ideologis atau kulturil. “Pemuda harapan bangsa”, “pemuda penggerak pembaharuan”, “sumpah pemuda”, dan sebagainya, memperlihatkan bahwa betapa saratnya nilai yang telah melekat pada kata “pemuda” tersebut.
Beberapa orang yang pesimistis hanya akan mengatakan, bahwa sepertinya sejarah terlanjur mempercayakan kepada pemuda (mahasiswa) untuk membuat perubahan. Sejarah tidak (terlanjur) mempercayakan kepada pemuda untuk membuat perubahan. Tetapi sejarah yang membuktikan bahwa pemuda adalah pencetus, penggerak dan pembuat perubahan. 

1.2.  Tujuan Penyusunan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk untuk memberikan pandangan dan gambaran serta informasi tentang pemuda Indonesia, jasa serta tanggung jawab dan peranannya.




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Arti pemuda Indonesia
Pemuda bagi Bangsa Indonesia adalah kelompok usia yang memiliki nilai serta posisi yang strategis dalam masyarakat. Sejarah perjalanan Bangsa Indonesia selalu menyertai pemuda yang baik diminta maupun secara sukarela aktif di dalamnya. Bahkan lebih daripada itu, sering kali berbagai moment penting bagi Bangsa Indonesia lahir dari ide, semangat dan kepemimpinan para pemuda. Pemuda yang karena penggolongan usianya, memang selalu berpikir jernih dan bebas dalam menuangkan segala bentuk ide serta gagasannya kepada bangsa dan negara.

2.2. Peran Pemuda Indonesia
Berbicara mengenai pemuda, peranan generasi muda, dan mahasiswa adalah hal yang sangat menarik dan dinamis untuk dibicarakan. Pembahasan tersebut tidaklah lepas dari faktor sejarah karena pemuda erat kaitannya dengan perubahan-perubahan dan dinamika sosial-keadaan suatu tempat atau negara.
Fakta sejarah telah mencatat bahwa peran pemuda sebagai agent of change telah terbukti sebagai salah satu pelopor perubahan penting dalam tatanan masyarakat, bangsa bahkan menjadi sebuah kekuatan utama dalam gerakan revolusi. . Katakanlah perisitiwa penting bangsa seperti Sumpah Pemuda, persiapan dan pelaksanaan Kemerdekaan RI, atau peristiwa sekitar tahun 1965 yang semuanya melibatkan peran aktif pemuda. Bagi pemuda berbagai peran serta yang dilakukan terhadap sejarah perjalanan bangsa memiliki catatan-catatan tersendiri.
            Sejarah mencatat bahwa perubahan negeri ini banyak dipengaruh oleh pemuda. Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang kemudian dikenal sebagai momentum Sumpah Pemuda. Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 menjadi sejarah dan juga sebuah bukti bahwa pemuda memiliki semangat yang tinggi dalam upaya perbaikan negerinya. 79 tahun sudah para pemuda mengenang hari yang paling bersejarah ini.
Ikrar yang dilatarbelakangi semangat perlawanan feodalisme itu adalah salah satu sejarah yang tidak bisa di lupakan. Cita-cita kemerdekaan negeri dari penjajahan fisik menjadi agenda utama pemuda Indonesia ketika itu baik dengan melakukan gerakan-gerakan moral yang mengkritik feodal atau melakukan gerakan 'bawah tanah' dalam perlawanan feodal (gerakan politik) untuk penyadaran kepada masyarakat bahwa kita harus bangkit. Gerakan-gerakan ini banyak bermunculan dari berbagai pemahaman baik dari komunitas Islam sendiri atau gerakan kesukuan yang ada. Perjuangan pemuda memuncak ketika itu pada saat persiapan kemerdekaan. Pemuda Indoneisa melakukan pengamanan kepada Soekarno di Rengasdenglok dan mengajak beliau untuk memproklamasikan kemerdekaan segera. Kemudian disetujui oleh Saoekarno.
Rangkaian sejarah tersebut menunjukkan peran penting para pemuda dan pemudi pribumi yang belajar di Belanda dalam pengembangan faham nasionalisme di Hindia Belanda.
‘Nasionalisme Indonesia’ kemudian dirumuskan lebih lanjut sebagai idealism pada Soempah Pemoeda di tahun 1928. Dalam Kongress Pemuda II di tahun 1928 tersebut, masalah pendidikan berwawasan kebangsaan juga dibahas secara mendalam. Selama 100 tahun, hingga saat ini, nasionalisme Indonesia telah berhasil membawa bangsa Indonesia mengarungi era dekolonisasi, Perang Dingin, dan globalisasi.
Sejarah pun membuktikan sampai kapan “kepemudaan” itu akan bertahan. Memang sudah hukum alam bahwa segala sesuatunya tidaklah kekal dan akan digantikan dengan sesuatu yang baru. Yang hendak dipertegas di sini ialah, apakah para “pemuda” tersebut akan selalu (tetap) menjadi “pemuda”?
Seringkali kita melihat di media, bahwa tersangka korupsi atau orang yang dikatakan “layak jahat”, ternyata beliau-beliau itu pada masa mudanya adalah aktivis-aktivis yang kerap menyuarakan suara-kepentingan rakyat.
            Masih banyak kasus (utamanya korupsi) lainnya yang apabila dikritisi lebih lanjut terdapat “tokoh-tokoh” yang dulunya adalah salah satu bagian dari “generasi muda” tersebut. Hal ini mengingatkan saya pada suatu pandangan dari salah satu tokoh Indonesia; H.S. Dillon. Ia mengatakan bahwa pada dasarnya yang disebut dengan orang Indonesia itu adalah mahasiswa.
Saat sebagai mahasiswa kita (sepenuhnya) menjadi orang Indonesia. Kita belum menjadi orang Indonesia seutuhnya karena kita belum dapat keluar dari kungkungan kepentingan pribadi, golongan dan keluarga dalam mengutamakan kepentingan Negara dan bangsa sebagai prioritas utama.
Mahasiswa merupakan bagian masyarakat yang mampu menjadi orang Indonesia seutuhnya. Sebab di saat menjadi mahasiswa, seseorang mampu melepaskan dirinya dari belenggu kepentingan pribadi, golongan dan memfokuskan diri pada kepentingan bersama dan umum.
Di masa-masa menjadi mahasiswalah dan hal ini sudah dibuktikan oleh banyak tokoh dunia dan nasional muncul idealisme dan kreatifitas brillian seseorang.
Hal ini adalah sedikit sejarah bahwa pemuda Indonesia memiliki andil besar dalam inspirasi draf proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ada beberapa hal yang bisa kita petik dan menjadi pelajaaran yaitu  semangat perlawanan pemuda ketika itu dan objek yang dilawan.
Realita peran pemuda di atas harus diakui karena memiliki semangat nasionalisme tinggi dalam memperjuangan tatanan demokrasi bangsa yang berorientasi pada gerakan pro-kerakyatan. Kondisi pemuda Indonesia pada saat itu merupakan aset bangsa yang sangat berharga. Optimistik gerakan pemuda lahir dari idealisme yang sangat kuat. Selain itu, pemuda memiliki mental kepribadian yang kuat, bersemangat, etos kerja yang tinggi, ulet, kritis, disiplin, inovatif dan bekerja keras dalam menjadikan kehidupan bangsanya menjadi lebih baik.
Lantas apabila kita refleksikan kembali sejarah akan peran pemuda tersebut di Indonesia, timbul pertanyaan: apa yang kita harapkan dari generasi muda sekarang? Sex, Love, and Rock and Roll?. Tetapi esensi kutipan tersebut terus menjelma dan bertransformasi terhadap generasi muda di tiap zamannya. Coba lihat generasi muda Indonesia saat ini, khususnya di Ibukota dan kota-kota besar. Bagaimanakah keseharian tingkah laku pola mereka?
Cara mudah menilainya mungkin dengan meneliti angka statistik, berapa prosentase seks pra nikah atau prosentase “pemuda” yang pernah merasai obat-obatan terlarang (termasuk ganja). Nah, hal-hal seperti itulah yang turut melunturkan nilai-nilai perjuangan pemuda di masa lampau.
Hal di atasnya bukanlah sekadar ungkapan pesimisme belaka, melainkan merupakan sebuah refleksi akan keadaan nyata Indonesia dan bagaimana generasi muda menyiasatinya dan keluar dari kungkungan hal-hal negatif tersebut. Karena sampai kapan pun, pemuda adalah harapan bangsa.
Melihat realita pemuda Indonesia sekarang, harapan ini seakan menipis. Pemuda sekarang sedang berada di persimpangan jalan, apakah akan menjadi generasi pengganti pelopor perubahan dan kebangkitan ataukah bahkan penerus generasi tua sekarang menuju kepunahan. Kekhawatiran ini bukan khayalan, fakta-fakta berbicara bahwa kerusakan generasi muda sudah menjadi sedemikian parah. Narkoba, putus sekolah dan mutu pendidikan rendah, pengangguran muda, free sex, fenomena ABG hedonis, tawuran dan kriminalitas remaja. Sederet kata tersebut sudah sering membuat kepala pening. Krisis jati diri itulah keyword-nya. Ini merupakan pangkal arus demoralisasi yang menggurita. Globalisasi yang ditandai revolusi teknologi informasi membuat seakan dunia bak desa yang sangat besar dan tidak seluruh bangsa siap menghadapi bentuk pergaulan dunia baru yang seperti tanpa pembatas. Bangsa yang tidak siap akan semakin terpuruk, tereksploitasi dan menjadi ’tong sampah’ budaya barat yang menimbulkan krisis terhadap nilai-nilai yang dianut. Nilai adalah akar kebudayaan dan peradaban suatu bangsa. Pergeseran nilai selalu mendahului pergeseran teritorial suatu bangsa oleh karena itu pangkal dari krisis jati diri yang diderita para peemuda hari ini adalah krisis nilai. Wilayah nilai harus menjadi perhatian serius, karena permasalahan lainnya akan dengan sendirinya selesai kalau kita mampu mengolah nilai-nilai yang ada menjadi suatu sistem yang berjalan dengan baik yang bekerja di tengah-tengah masyarakat
Dua jebakan yang mungkin menimpa kita, pertama menjadi bebas nilai atau kedua, sebaliknya secara primitif berpegang pada nilai-nilai lama yang usang. Keduanya merupakan pilihan ekstrim yang terlihat mudah. Karenanya kita harus secepatnya mencapai titik keseimbangan yang baru untuk menemukan nilai-nilai yang kita sepakati kebaikannya. Di sisi lain kita melihat gagalnya generasi tua melakukan rekonsiliasi dan juga kelambanannya memenuhi amanat rakyat. Mereka miskin cita-cita, lemah semangat dan enggan berkorban. Memang tidak semua, ada pula generasi tua yang dikucilkan yaitu orang-orang tua yang tetap muda cita-citanya, semangatnya dan pengorbanannya
Begitulah, bangsa ini telah merdeka secara fisik, tapi belum secara mental. Kita belum merdeka seutuhnya. Pun, ketika para pemuda dan mahasiswanya telah berkali-kali turun ke jalan mengawali perubahan. Seakan usaha mereka sia-sia. Atau, malah kaum pemuda juga sudah menjadi salah satu masalah bangsa ini? Memang, agaknya permasalahan pemuda bangsa ini juga tidak sedikit dan sudah perlu mendapat perhatian khusus. Dengan idealisme yang -mestinya- masih murni dan rasa kepedulian kondisi bangsa yang -harusnya juga- masih tinggi, para pemuda masih bisa berbuat banyak
Berbagai penelitian mengatakan bahwa pada asasnya, gerakan pemuda lahir apabila suatu masa (zaman) harus membutuhkan generasi muda untuk mendobrak hal-hal buruk demi tercapainya hal baru yang lebih baik. Generasi muda akan merespon berbagai situasi dan kondisi tersebut atas dasar kesadaran moral, tanggung jawab intelektual, pengabdian sosial, situasi global, dan kepedulian politik.
Selain itu, penting juga untuk menggali pemikiran dan pemahaman para founding fathers negara ini untuk memperkaya dan memperkuat nasionalisme generasi muda. Mahasiswa harus mengubah dirinya sendiri. Sesuatu yang ingin diubah harus diawali dari diri sendiri.
Selain itu, generasi muda harus paham bahwa belajar dari pengalaman senior adalah hal yang biak. Maka dibutuhkanlah “penyaringan” dalam memilah tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Karena untuk mengubah sesuatu yang salah di negeri ini tidaklah perlu pemotongan satu generasi.
Diperlukan keberadaan generasi muda yang selalu ada untuk melihat, mengawasi, dan turut berperan dalam memperbaiki negara Indonesia ini.

2.3  Pemuda Masa Kini
Pasca proklamasi kemerdekaan RI dari 'penjajahan' fisik menjadikan semangat Sumpah Pemuda untuk menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang satu masih terus terasa. Ini terlihat dari berbagai aksi gerakan-gerakan mahasiswa yang terjadi di Indonesia. Perlawanan progresif penjajahan  gaya baru terus dilakukan. Karena pengaruh penjajahan fisik yang terjadi di negeri selama + 350 tahun lamanya maka imperalisme gaya baru pun masih membelenggu negeri ini.
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah: Kapan berakhir perlawanan kepada ideologi sekuler atau imprealisme ini? Jawabannya adalah ketika pemuda dan rakyat meninggalkan gerakan yang prakmatis. Yaitu gerakan yang hanya bersifat moral dan sosial saja. Gerakan yang hanya bersifat kritis terhadap pemerintahan tetapi tidak memberikan ideologi alternatif terhadap pemerintahan yang diyakini salah. Yang harus dilakukan saat ini adalah paling tidak dalam internal pemuda harus mampu mengideologisasikan diri dengan ideologi yang sesuai dengan fitrah dan juga mampu untuk selalau membongkar makar imprealis. Dan tidak lupa dengan memberikan ideologi alternatif dan sesuai dengan fitrah manusia
Yang pertama kali harus difahami adalah tidak dalam semua hal pemuda menjadi penerus, kalau saja semua yang terwariskan itu kebobrokan, maka pemuda harus menjadikan perannya sebagai generasi pengganti atau pengubah. Dalam kondisi sekarang, ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh pemuda. Pertama, adalah memperteguh basis moral kepribadian yang akan membentuk perangai akhlaq mulia. Jejak perubahan akan menapak dengan jelas dan lugas jika sang pelopor menjadi model hidup yang bisa diteladani. Kedua, mempertajam kompetensi diri pada suatu bidang atau keterampilan tanpa harus kehilangan konteks yang utuh dengan bidang-bidang terkait. Kompetensi ini juga harus kompetitif, karena dengan kompetensilah seseorang bisa mandiri. Ketiga, menumbuhkan sense of crysis pada bidang sospolekbud. Di sinilah moral diri dan kompetensi diri menemui konteksnya sebagai fungsi dari harokah, sebuah gerakan amal jama’i yang akan membawa peran serta masyarakat ke arah perubahan yang diharapkan. Yang perlu diperhatikan, harokah bukanlah gerakan yang memisahkan dan menutup diri dari masyarakat
Pemuda harus menjadi pelaku aktif dan kritis guna mewujudkan Indonesia  menjadi negara maju dan disegani negara lain.Pemuda  harus mempersiapkan diri dengan memperbanyak ilmu pengetahuan,memperkuat mental, fisik, serta menciptakan karakter kepribadian yang kuat agar dapat menjaga persatuan, kesatuan,
dan martabat bangsa.
Hal ini adalah harapan dan sekaligus pengakuan bahwa eksistensi, kemampuan, kiprah, dan peran pemuda sangat menentukan masa depan bangsa. Wajah Indonesia masa depan sebagian tergambar pada potret para pemuda masa kini. Eksistensi Indonesia masa depan sangat tergantung pada kekuatan kolektif pundak para pemuda untuk memanggulnya. Itulah posisi strategis pemuda dalam arus sejarah bangsa.
Jelas bahwa eksistensi pemuda tidak hadir pada ruang yang kosong. Kiprah dan peran pemuda adalah produk interaksi dengan realitas dan tantangan faktual yang dihadapi masyarakatnya. Karena itu, pemuda harus melawan jeratan mitos-mitos kebesaran, bahwa perannya selalu penting, tinggi dan berada di puncak-puncak kejadian penting sejarah perjalanan bangsa. Pemuda harus secara sadar keluar dari sosok mitologis itu.
Sejarah memang penting. Bangga kepada masa silam adalah sesuatu yang seharusnya dan menjadi bagian dari rasa hormat kepada para pendahulu. Tetapi yang lebih penting adalah melanjutkan sejarah dengan pahatan-pahatan sejarah
baru yang lebih baik dan mengesankan. Para pemuda harus menjadi sosok historis yang mau dan mampu menjadi actor perputaran kemajuan bangsa, guna melanjutkan etape-etape perjalanan bangsa yang telah dirintis oleh para pendahulu.
Rintisan sejarah, tumpahan keringat, darah dan air mata pada pendahulu musti dilanjutkan dengan penuh kesungguhan
dan tanggung jawab.
Bagaimana mampu menjadi sosok historis itu? Tentu dengan membekali diri secara cukup untuk mampu tampil sebagai sosok pemuda Indonesia masa kini.
Pertama, menjadi generasi yang berkomitmen kepada rakyat, bangsa, dan
negara. Komitmen itu dilandasi oleh idealisme, cita-cita, dan militansi untuk menjadi anak-anak bangsa yang terbaik dan berfaedah bagi kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Para pemuda adalah generasi yang tidak memikirkan
dirinya sendiri, tetapi memikirkan dan memerankan tanggung jawab sebagai anak-anak rakyat dan putra-putra bangsa yang sejati. Peran dan tanggung jawab sosialnya tampak nyata dan dirasakan orang banyak.
Kedua, menjadi generasi yang berkompeten. Tantangan dunia baru yang penuh dengan kompetisi hanya bisa dijawab dengan kompetensi: kemampuan dan kesanggupan untuk mendapatkan peran berdasarkan prestasi dan karya nyata.
Bukan bersandar dan bergantung kepada para senior dan orang tua. Para pemuda adalah generasi baru yang mampu menghadapi persaingan dengan bekal kemampuan pribadi yang cukup dan prestasi yang obyektif. Prestasi lebih menonjol ketimbang askripsi.
Ketiga, menjadi generasi yang tetap menjunjung tinggi pluralisme. Para pemuda bukan saja tetap menyadari dan menghormati realitas keindonesiaan yang majemuk dan penuh dengan kepelbagaian, tetapi bahkan makin sanggup untuk hidup dalam damai, harmoni, serta penuh dengan kerjasama dan kebersamaan. Semangat Bhinneka Tunggal Ika tetap dipegang teguh sebagai panduan dalam pergaulan nasional. Parapemuda adalah genenasi baru yang kepribadiannya tidak akan pernah terbelah oleh realitas dan tantangan kemajemukan Indonesia, dan justru malah
menjadi salah satu tali kesadaran yang mengikat keindonesiaan kita.
Keempat, menjadi generasi yang optimis. Para pemuda bukan saja perlu konsisten dengan orientasi dan berpandangan jauh ke depan, tetapi juga memegang teguh optimisme. Pesimisme adalah halangan mentalitas bagi
kemajuan bangsa, dan bahkan bisa menjadi beban. Bangsa yang bercita-cita terus maju menjadi maju, modern dan bermartabat perlu menata konstruksi mentalitas positif, yakni optimisme. Dengan optimisme, sebagian masalah sudah terjawab. Sebaliknya, dengan pesimisme, peluang sebaik apapun tidak akan dapat didayagunakan. Para adalah generasi baru yang menatap dan berjuang untuk masa depan dengan berani dan penuh optimisme. Tidak ada halangan dan tantangan yang tidak sanggup dijawab.
Kelima, menjadi generasi yang berakhlak dan relijius. Para pemuda bukan saja dituntut untuk berkomitmen kepada bangsa, berkompetensi tinggi, berpendirian pluralis dan selalu dipandu dengan optimism, tetapi juga membutuhkan bangunan akhlak pribadi yang baik dan berketuhanan. Akhlak sosial dalam bentuk peduli dan bertanggung jawab kepada rakyat, bangsa dan negara juga perlu dibarengi dengan akhlak pribadi yang terpuji. Basis dari akhlak pribadi dan akhlak sosial itu adalah nilai-nilai relijius yang dipegang oleh rakyatIndonesia, serta bukan generasi yang sekuler. Sekulerisme harus dijauhkan dari kehidupan generasi muda bangsa. Para pemuda adalah generasi baru yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan kemudian mendirikan nilai-nilai Ketuhanan itu dalam pribadinya dan kehidupan
sehari-hari.
Lima hal pokok itulah yang sekurang-kurangnya harus menjadi potret pemuda Indonesia masa kini dan masa depan. Dengan demikian, para pemuda bukan menjadi pemuja sejarah kebesaran, tetapi menjadi pelanjut sejarah bangsa yang
makin maju dan bermartabat. Para pemuda adalah sosok historis yang sanggup menjadi turbin besar penggerak kemajuan menujuIndonesia  yang makin aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera.















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Generasi muda harus paham bahwa belajar dari pengalaman senior adalah hal yang baik. Maka dibutuhkanlah “penyaringan” dalam memilah tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Karena untuk mengubah sesuatu yang salah di negeri ini tidaklah perlu pemotongan satu generasi.
Diperlukan keberadaan generasi muda yang selalu ada untuk melihat, mengawasi, dan turut berperan dalam memperbaiki negara Indonesia ini

3.2 Saran
Virus pola pikir praktis yang sangat mudah dan cepat merasuki pemuda menjadi musuh utama terhadap perubahanbagi bangsa ini. Oleh karena itu, pemuda yang memilki intelektual, berpikir kritis dan berada dalam perasaan manusia ideal (masih bersih dari politik kekuasaan) saatnya mengubah pola pikir. Pemuda harus tetap dalam rel utama sebagai agent of change untuk melahirkan gagasan baru dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang baru pula.
















DAFTAR PUSTAKA

Taufik Abdullah, Pemuda dan Perubahan Sosial (Jakarta: LP3ES, 1974). (http://forumlintasgenerasi.blogspot.com/).
[http://google.com/].
[http://yahoo.com/].
[http://wikipedia.com/].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar