Selasa, 08 Mei 2012

(PROPOSAL PENELITIAN) PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK Lichen DI JALAN ARTERI SUPADIO DAN HUTAN SEKUNDER DESA PUNGGUR KECIL KABUPATEN KUBU RAYA TERHADAP BAKTERI Mycobacterium tubercolosis


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Lichen merupakan tumbuhan suku rendah hasil simbiosis mutualisme antara alga dan jamur.  Tumbuhan ini umum ditemukan pada batang kayu.  Sebagai tanaman suku rendah, Lichen tidak memiliki kesempurnaan seperti tumbuhan dari suku tinggi yang memiliki akar, batang, daun, bunga, dan buah.  Lichen terdiri dari tiga kelompok yaitu Lichen yang berbentuk seperti lembaran (Filliosa), berbentuk seperti rambut (fruticosa), dan berbentuk seperti ubin yang menempel (crustosa).
Lichen merupakan tumbuhan yang umum digunakan untuk berbagai pengobatan di berbagai penjuru dunia.  Namun di Indonesia Lichen belum dimanfaatkan secara maksimal. Menurut Huneck (1999), Lichen memproduksi metabolit sekunder yang terdiri dari banyak kelas termasuk senyawa turunan asam amino, asam pulvinat, peptida, gula alkohol, terpenoid, steroid, karotenoid, asam alifatik, fenol monosiklik, depsides, dibenzofurans, antrakuinon, xanthones, asam usnat dan senyawa lain.  Manojlovic (2010)  menyatakan bahwa pemanfaatan lichen dalam bidang kesehatan khususnya bahan obat berhubungan dengan substansi yang terkandung di dalamnya. Substansi tersebut dimanfaatkan untuk antibiotik, antijamur, antivirus, antiinflamasi, analgesik, antipiretik, antiproliferatif dan efek sitotoksik .
Lichen dianggap sebagai salah satu indikator pencemaran lingkungan.  Pada daerah dengan tingkat polusi yang tinggi, Lichen sulit ditemukan.  Namun pada daerah yang bebas dari polusi udara, Lichen dapat tubuh  subur dengan jumlah spesies yang lebih beragam.  Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan  efektivitas antimikroba  yang dihasilkan oleh  Lichen yang tumbuh di dua tempat yang berbeda yaitu pada daerah yang berpolusi dan daerah yang bebas polusi.


1.2              Perumusan Masalah

Perumusan  masalah pada penelitian ini yaitu:
1.                  Senyawa metabolit apa saja yang dihasilkan oleh tumbuhan Lichen yang berperan sebagai antimikroba?
2.                  Bagaimana aktivitas antimikroba ekstrak Lichen yang diambil pada dua lokasi berbeda terhadap bakteri Mycobacterium tubercolosis ?

1.3              Tujuan dan manfaat Penelitian

1.3.1        Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu        :
1.                  Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak Lichen
2.                  Untuk mengetahui aktivitas antimikroba yang terpadat pada Lichen yang tumbuh pada wilayah berpolusi dan tidak berpolusi.

1.3.2        Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak Lichen.  Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui perbandingan efektivitas antimikroba pada Lichen yang tumbuh di dua lokasi yang berbeda.

1.4              Hipotesis Penelitian
Lichen yang tumbuh di lokasi yang bebas polusi memiliki efektifitas antimikroba yang lebih tinggi daripada Lichen yang tumbuh di lokasi yang tercemar oleh polusi udara.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Lichenes
2.1.1    Deskripsi
Lichen merupakan salah satu jenis tumbuhan yang sangat penting. Tumbuhan ini seringkali disebut sebagai tumbuhan perintis.  Lichen adalah bentuk simbiosis mutualisme yang terjadi antara fungi dan algae.  Simbiosis mutualisme adalah hubungan antar organisme yang saling menguntungkan.  Tumbuhan ini umum ditemukan pada batang pohon maupun bebatuan.  Secara morfologi, Lichen tampak seperti benang-benang halus berwarna putih kehijauan.  Warna putih adalah bagian dari fungi, sedangkan warna hijau adalah bagian dari algae.  Algae memproduksi makanan yang digunakan oleh jamur, hal ini disebabkan pigmen klorofil yang dimiliki oleh ganggang memungkinkannya untuk berfotosintesis. Jamur itu sendiri berfungsi untuk menyerap mineral, melindungi algae dari kekeringan dan erosi yang terjadi saat hujan (Eris, 2011).
Tubuh Lichen dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan algae dan jamur.  Bagian tubuh yang memanjang secara selluler dinamakan hifa.  Hifa merupakan organ vegetatif dari thallus atau miselium yang biasanya tidak dikenal pada jamur yang bukan Lichen.  Algae selalu berada pada bagian permukaan dari thallus.  Menurut Campbell (2003), komponen fungi yang umum bersimbiosis dengan algae  membentuk Lichen adalah dari jenis Askomisetes.

2.1.2   Ekologi dan Persebaran
Lichen tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi.  Tumbuhan ini tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama.  Lichen biasanya ditemukan di sekitar lingkungan dimana organisme lain tidak dapat tumbuh.  Hal ini dikarenakan oleh hubungan mutualisme antara algae dengan jamur.  Sebagian besar tempat hidup Lichen adalah tempat hidup yang kering.  Lichen tumbuh dengan sangat lambat.  Pengukuran pertumbuhan Lichen, berkisar antara 1 mm per tahun tetapi tidak lebih 3 cm/tahun.  Hal ini  tergantung dari organisme yang bersimbiosis, banyaknya hujan yang turun, intensitas cahaya matahari yang didapat, dan cuaca pada umumnya (Oskanen, 2006). 
 Lichen dapat tumbuh pada kondisi yang tidak menguntungkan.  Namun,  Lichen sangat sensitif terhadap pencemaran udara.  Tumbuhan ini dapat menghilang pada daerah yang mempunyai kadar polusi udara yang berat.  Hal ini dikarenakan Lichen dapat menyerap dan mengendapan mineral dari air hujan dan udara.  Namun, Lichen tidak dapat mengeluarkan air dan mineral tersebut sehingga konsentrasi senyawa yang mematikan seperti SO2 sangat mudah masuk (.Rancovic, 2007).

2.1.3   Kandungan Senyawa
Lichen memproduksi metabolit sekunder yang terdiri dari banyak kelas termasuk senyawa turunan asam amino, asam pulvinat, peptida, gula alkohol, terpenoid, steroid, karotenoid, asam alifatik, fenol monosiklik, depsides, dibenzofurans, antrakuinon, xanthones, asam usnat dan senyawa lain (Huneck, 1999).  Asam usnat merupakan senyawa kimia yang paling banyak dipelajari dan digunakan sebagai senyawa aktif dibandingkan dengan senyawa kimia lain yang terkandung dalam lichen.  Kelimpahannya didistribusikan pada jenis Cladonia, Usnea, Evemia, Ramalina, Lecanora, Parmelia dan Alectoria (Ingólfsdóttir, 2002).

2.1.4    Manfaat
Lichens memiliki bermacam-macam kegunaan.  Sebagai bahan makan, Lichen dimakan oleh hewan rendah maupun tingkat tinggi seperti siput, serangga, rusa dan lain-lain.  Lichen juga dimanfaatkan sebagai Obat-Obatan.  Pada abad pertengahan Lichen banyak digunakan oleh ahli pengobatan.  Lobaria pulmonaria digunakan untuk menyembuhkan penyakit paru-paru karena Lobaria dapat membentuk lapisan tipis pada paru-paru.  Selain itu Lichen juga digunakan sebagai ekspektoran dan obat liver.  Sampai sekarang penggunaan Lichen sebagai obat-obatan masih ada.  Banyak jenis Lichen telah digunakan sebagai obat-obatan, diperkirakan sekitar 50% dari semua spesies Lichen memiliki sifat antibiotic (Bahera, 2009). 
Substrat dari Lichen yaitu pigmen kuning asam usnat digunakan sebagai antibiotik yang mampu menghalangi pertumbuhan Mycobacterium.  Cara ini telah digunakan secara komersil. Salah satu sumber dari asam usnat ini adalah Cladonia dan antibiotik ini terbukti ampuh dari penisilin.  Selain asam usnat terdapat juga zat lain seperti sodium usnat, yang terbukti ampuh melawan kanker tomat.  Virus tembakau dapat dibendung dan dicegah oleh ekstrak Lichen yaitu : lecanoric, psoromic dan asam usnat (Bahera, 2009).
Dari hasil ekstraksi Everina, Parmelia, dan Ramalina diperoleh minyak.  Beberapa di akan untuk sabun mandi dan parfum.  Di Mesir digunakan sebagai bahan pembungkus mummi dan campuran buat pipa cangklong untuk merokok, khususnya Parmelia audina yang mengandung asam lecanoric.  Ekstrak Lichen dapat juga dibuat sebagai bahan pewarna untuk mencelup bahan tekstil.  Bahan pewarna di ekstrak dengan cara merebus Lichen dalam air, dan sebagian jenis lain diekstrak dengan cara fermentasi Lichen dalam amonia.  Parmelia sulcata digunakan untuk pewarna wol di Amerika Utara (Bahera, 2009).


2.2       Antimikroba
2.2.1    Zat Anti Mikroba
Anti mikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme hidup.  Senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik dan yang dapat membunuh bakteri disebut bakterisida.  Dengan kata lain disebut juga antiboitika yaitu bahan-bahan yang bersumber hayati yang pada kadar rendah sudah menghambat pertumbuhan mikroorganisme hidup (Ambarwati, 2005).
Antimikroba selain diperoleh dari bahan-bahan sintetik akhir-akhir ini banyak ditemukan berbagai macam antimikroba dari bahan alam seperti pada tanaman, rempah-rempah atau dari mikroorganisme (Ganiswara, 1995).
            Suatu zat antibiotik yang ideal hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Fardiaz, 1992) :
1. Harus mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat mikroorganisme pathogen spesifik.  Makin besar jumlah dan macam mikroorganisme yang dipengaruhi, makin baik.  Antibiotik berspektrum luas efektif terhadap banyak spesies.
2.     Tidak mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten parasit.
3.     Tidak menimbulkan efek sampingan yang tidak dikehendaki pada inang, seperti reaksi alergis, kerusakan pada saraf, iritasi pada ginjal atau saluran gastrointestin.
4.     Tidak melenyapkan flora mikroba normal pada inang. Gannguan terhadap flora normal dapat mengacaukan keseimbangan alamiah, sehingga memungkinkan mikroba yang biasanya non patogenik atau bentuk-bentuk patogenik yang semula dikendalikan oleh flora normal, untuk menimbulkan infeksi baru.

2.2.2    Mekanisme Kerja Antimikroba
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain (Waluyo, 2008):
1. Menggangu pembentukan dinding sel.  Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel.  Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.
2. Bereaksi dengan membran sel.  Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.
3. Menginaktivasi enzim.  Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya.  Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif).
4.  Menginaktivasi fungsi material genetic. Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan.
2.2.3    Metabolit Sekunder sebagai Antimikroba
Metabolit sekunder digambarkan sebagai unsur dengan bobot molekul rendah, bukan merupakan produk dari metabolit primer dari suatu organisme.  Telah diketahui bahwa produk ini tidak berfungsi dalam fungsi primer organism.  Namun, bebrapa penelitian menunjukkan bahwa metabolit sekunder merupakan bagian dari produksi sel yang dapat berfungsi dalam menghambat organism lain dalam mendapatkan keperluan nutrisi atau sebagai proses regulator seluler.  Metabolit sekunder tumbuhan disintesis hanya dari beberapa precursor pada pathway dalam jumlah kecil dari hasil metabolism primer (Ahmad, 1986).
Metabolit sekunder sangat berperan penting karena aktivitasnya sebagai antimikroba.  Namun, beberapa diantaranya dapat bersifat karsinogenik sehingga dapat menyebabkan kanker.  Senyawa antimikroba yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tumbuhan diketahui dapat menghambat beberapa mikroba pathogen maupun pembusuk (Ahmad, 1986).  Metabolit sekunder akan memblok biosintesis dinding sel bakteri dengan menghambat kerja enzim dalam mensintesis komponen berbeda dari dinding sel.  Jika metabolit ini dapat mempengaruhi intregritas membrane sel maka akan mengacaukan strukturnya atau menghambat fungsi dari membrane bakteri tersebut.

2.3       Bakteri
2.3.1    Deskripsi
 Bakteri adalah sebuah kelompok organisme uniseluler dengan konfigurasi selular prokariotik.  Bakteri sebagai makhluk hidup memiliki informasi genetik berupa DNA, tetapi tidak terlokalisasi dalam nukleus dan tidak ada membran nukleus.  DNA pada bakteri berbentuk sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid.  DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja.  Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler (Dwijoseputro, 2003).
2.3.2    Struktur Dinding Sel
Semua bakteri kecuali Mycoplasma selnya dikelilingi oleh dinding sel yang kompleks.  Di sekitar dinding sel bisa ditemukan berbagai struktur eksternal yang melekat seperti kapsul, flagella, dan pili.  Fimbria adalah tabung protein yang menonjol dari membran sel. Fimbria umumnya pendek dan terdapat banyak di seluruh permukaan sel bakteri.  Struktur pili mirip dengan fimbria dan ada di permukaan sel bakteri namun tidak banyak. Pili berperan dalam konjugasi bakteri.  Fimbria hanya ditemukan pada bakteri gram negatif, dimana bakteri tersebut memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis pada dinding selnya (Purwoko, 2007).
2.3.3    Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan merupakan proses perubahan bentuk yang semula kecil kemudian menjadi besar.  Pertumbuhan menyangkut pertambahan volume dari individu itu sendiri.  Pertumbuhan pada umumnya tergantung pada kondisi bahan makanan dan juga lingkungan.  Apabila kondisi makanan dan lingkungan cocok untuk mikroorganisme tersebut, maka mikroorganisme akan tumbuh dengan waktu yang relatif singkat dan sempurna.  Pertumbuhan pada mikroorganisme diartikan sebagai penambahan jumlah atau total massa sel yang melebihi inokulum asalnya.  Pertumbuhan merupakan suatu proses kehidupan yang irreversible artinya tidak dapat dibalik kejadiannya.  Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa dan parameter lain. Sebagai hasil pertambahan ukuran dan pembelahan sel atau pertambahan jumlah sel maka terjadi pertumbuhan populasi mikroba (Dwijoseputro,2003).
Fase pertumbuhan bakteri adalah sebagai berikut (Dwijoseputro, 2003) :
1.                  Fase lag adalah fase dimana bakteri beradapatasi dengan lingkungannya dan mulai bertambah sedikit demi sedikit.
2.                  Fase logaritmik adalah fase dimana pembiakan bakteri berlangsung paling cepat.  Jika ingin mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokulum.
3.                  Fase stationer adalah fase dimana jumlah bakteri yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang mengalami kematian.
4.                  Fase autolisis (kematian) adalah fase dimana jumlah bakteri yang mati semakin banyak, melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak. Fase kematian ditandai dengan cepat merananya koloni dan jumlah bakteri yang mati senantiasa bertambah.  Keadaan ini dapat berlangsung beberapa minggu bergantung pada spesies dan keadaan medium serta faktor-faktor lingkungan.  Kalau keadaan ini dibiarkan terus menerus, besar kemungkinan bakteri tidak dapat dihidupkan kembali dalam medium baru.  Cara menghitung jumlah bakteri untuk membuat grafik pertumbuhan, yaitu dengan metode penuangan, penghitungan dengan mikroskop dengan menggunakan haemocytometer, dan dengan menggunakan turbidometer.

2.3.4    Mycobacter tubercolosis
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TBC).  bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 µm dan lebar 0,2 - 0,5 µm yang bergabung membentuk rantai.  Mycobacterium tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif  atau bakteri gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium.  Oleh sebab itu  bakteri ini termasuk dalam bakteri tahan asam (Mansjoer, 2001).
Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik  permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol.  Mycobacterium tuberculosis tidak  menghasilkan kapsul atau spora serta dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%.  Pada dinding sel Mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag (Amin, dkk., 2006).  
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6°C selama 15-20 menit.  Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.  Dalam dahak, bakteri Mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C selama 2 tahun. Mycobacteruim tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit (Aditama,2006)).
 Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es.  Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur).  Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali (Aditama, 2006)).
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mikobakteria mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam.  Karena pertumbuhannya yang lamban, seringkali sulit untuk mendiagnostik tuberculosis dengan cepat.  Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembangbiak dengan baik pada suhu 22-23oC, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang pathogen. Mikobakteria cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Mansjoer, 2001). 
Bakteri ini biasanya berpindah dari tubuh manusia ke manusia lainnya melalui saluran pernafasan, keluar melalui udara yang dihembuskan pada proses respirasi dan terhisap masuk saat seseorang menarik nafas. Habitat asli bakteri Mycobacterium tuberculosis sendiri adalah paru-paru manusia. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di dalam paru-paru (Mansjoer, 2001)

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1       Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan mulai dari bulan Mei hingga bulan September 2012.  Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura.

3.2       Objek yang Diteliti
Fokus penelitian ini yaitu pada senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh  Lichen  yang tumbuh di sepanjang jalan Arteri Supadio dan area hutan sekunder di Kabupaten Kubu Raya terhadap bakteri Mycobacter tubercolosis.

3.3       Alat dan Bahan
            Alat-alat yang digunakan antara lain cawan petri, gelas beker,  incubator, enkas, evaporator, mikropipet, magnetic stirrer, hot plate, timbangan analitik, autoklaf, Bunsen, jarum ose,  tabung reaksi, rak tabung, dan pisau.
            Bahan-bahan yang digunakan antara lain  Lichen yang tumbuh di sepanjang jalan Arteri Supadio dan area hutan sekunder Kabupaten Kubu raya, kultur murni Mycobacterium tubercolosis, methanol, medium Nutrien Agar (NA), medium Nutrien Both (NB), akuades steril, Alkohol 70%.  Uji fitokimia menggunakan bahan antara lain reagen Wegner, Asetat anhidrat, H2SO4 pekat, FeCl3, kloroform, NaOH, reagen Liebermann-Bucchahard, DMSO, dan paper disc.
3.4       Rancangan Percobaan
Percobaan dilakukan dengan mengambil sampel dari lokasi sepanjang jalan Arteri Supadio Kabupaten Kubu Raya dan Hutan Sekunder Kecamatan Punggur Kecil Kabupaten Kubu Raya.  Bakteri yang digunakan adalah bakteri dari jenis Mycobacterium tubercolosis dengan konsentrasi 50%.

3.5       Cara Kerja
3.5.1    Pengambilan Sampel
Sampel Lichen diambil dari dua lokasi yaitu sepanjang jalan Arteri Supadio Kabupaten Kubu Raya dan Hutan Sekunder di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Sampel diambil dengan mengikis bagian Lichen yang tumbuh di batang pohon.
3.5.2    Ekstraksi sampel
Sebanyak 100 gram sampel dari masing-masing lokasi dihaluskan, kemudian dimaserasi.  Selanjutnya, hasil maserasi ini kemudian direndam dengan 490 ml methanol selama 4 hari dan dilakukan pengocokan setiap hari sebanyak satu kali. Setelah itu, ekstrak yang telah dimaserasi diuapkan dengan evaporator pada suhu 50o untuk memisahkan methanol dengan ekstrak.
3.5.3    Uji fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak sampel Lichen. Uji dilakukan terhadap 5 senyawa, yaitu : alkaloid, plifenol, steroid, flafonoid, dan terpenoid.
1          Uji Alkaloid
Ekstrak Lichen dari masing-masing lokasi sebanyak 3 gram ditetesi dengan H2SO4 2% selama 3 menit, kemudian ditambahkan dengan reagen Wegner. Apabila terbentuk endapan berupa warna coklat maka ekstrak tersebut mengandung alkaloid.
2         Uji polifenol
Uji polifenol dilakukan dengan menetesi ekstrak Lichen dengan FeCl3.  Apabila terbentuk warna biru hingga hitam, maka ekstrak tersebut mengandung polifenol.
3          Uji Terpenoid
Uji terpenoid dilakukan dengan menetesi ekstrak Lichen dengan asam asetat anhidrat, kloroform dan H2SO4.  Apabila terbentuk warna biru, maka ekstrak tersebut mengandung steroid.
4          Uji Steroid
Uji steroid dilakukan dengan menetesi ekstrak Lichen dengan pereaksi Liebermann- Bucchard, kemudian dibiarkan selama 5 menit.  Apabila terbentuk cincin kehijauan pada larutan maka ekstrak mengandung steroid.
5          Uji Flafonoid
Uji flafonoid dilakukan dengan membagi masing-masing ekstrak sampel ke dalam tiga tabung dengan rincian tabung pertama ditetesi dengan larutan NaOH, tabung kdua dengan larutan H2So4, dan tabung ketiga dengan Mg-Hcl. Kemudian perubahan warna dapat diamati berdasarkan tabel 3.1
Tabel 3.1 Reaksi warna dari berbagai jenis Flavonoid
Golongan flavonoid
Larutan NaOH
H2SO4 pekat
Mg-Hcl
Kalkon
Jingga-merah
Jingga merah-magenta
-
Dihidrokalkon
Tidak berwarna-kuning muda
Tidak berwarna
-
Golongan flavonoid
Larutan NaOH
H2So4 pekat
Mg-Hcl
Auron
Merah ungu
Merah magenta
-
Flavanon
Kuning/jingga
Jingga-merah tua
Merah magenta, ungu biru
Flavon
Kuning
Kuning-jingga
Kuning-merah
Flavonol
kuning-jingga
Kuning-jingga
Merah-magenta
Flavononol
kuning muda-coklat
Kuning kemerahan
Merah-magenta
Leukoantosianin
Kuning
Merah tua
Merah muda
Antosianin dan Proantosianin
Biru ungu
Kuning-jingga
Merah-merah muda
Katekin
Kuning-merah coklat
Merah
-
Isoflavon
Kuning
Kuning
Kuning
Isoflavonol
kuning
Kuning
kuning

3.5.4 Persiapan Bakteri Uji
3.5.4.1          Peremajaan kultur murni bakteri
Kultur murni bakteri uji Mycobacterium tubercolosis diinokulasi sebanyak satu ose pada medium agar miring Natrium Agar (NA) dengan cara digoreskan secara aseptis, setelah itu diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 31oC.
           

3.5.4.2             Pembuatan Suspensi kultur murni bakteri uji
Biakan yang telah diinkubasi diambil sebanyak 1 ose kemudian disuspensikan ke dalam Nutrien Both (NB) sebanyak 10 ml dan diinkubasi selama 24 jam.
3.5.4.3             Pembuatan larutan sampel
            Sampel dari ekstrak Lichen dari masing-masing lokasi pengambilan dibuat dalam konsentrasi 50% b/v (mg/ml). Konsentrasi ini dibuat dengan cara menimbang ekstrak sebanyak 600 mg, kemudian dilarutkan dengan pelarut dimetil sulfoxyd (DMSO) sampai volumenya 1ml. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali pada masing-masing lokasi pengambilan sampel.
3.5.4.4             Pengujian aktivitas antimikroba
            Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi agar. Sebanyak 1 ml suspense bakteri Mycobacterium tubercolosis dimasukka ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan media Nutrien Agar (NA) dan diputar-putar hingga homogen. Selanjutnya paper disc yang telah dicelupkan ke dalam ekstrak Lichen ditempelkan ke media agar yang telah membeku.  Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali pada masing-masing sampel ekstrak Lichen. Semua kegiatan dilakukan dalam kondisi aseptis.
3.5.4.5             Parameter pengukuran
            Pengamatan aktivitas antimikroba ekstrak Lichen terhadap bakteri Mycobacterium tubercolosis dilakukan pada waktu inkubasi 24 dan 48 jam. Parameter pengukuran adalah diameter zona bening yang terbentuk pada daerah di sekeliling paper disc.
3.6       Analisis data
            Data hasil penelitian dilakukan dengan analisis variansi, sedangkan keadaan yang menunjukkan beda nyata dilakukan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A,. 1986. Kimia Organik bahan Alam. Penerbit Karunika. Jakarta.
Aditama, Yoga dkk,. 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Indah Offset Citra Grafika. Jakarta.
Ambarwati, Y,. 2005. Efektifitas Zat Antibakteri Biji Mimba (Azadirachta indica) untuk menghambat Pertumbuhan Salmonella thyposa dan Sthapylococcus aereus. Biodiversitas 2 (3).
Amin, Zulkifli dan Asril Bahar,. 2006. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia Jilid II. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta.
Behera, B.C., N. Verma, A. Sonone, U. Makhija. 2009. Optimization of Culture Conditions for Lichen Usnea ghattensis G. Awasthi to Increase Biomass and Antioxidant Metabolite Production Food, Technol, Biotechnol. 47(1).

Dwijoseputro. 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Djembatan. Jakarta.

Fardiaz, S,. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Ganishwara, G.S,. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Jurusan Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Huneck, S. 1999. The Significance of Lichens and Their Metabolites. Wiss. 86(12).

Ingólfsdóttir, K, G.F. Gudmundsdóttir, H.M. Ogmundsdóttir, K. Paulus, Haraldsdóttir S, H. Kristinsson, R. Bauer. 2002. Effects of Tenuiorin and Methyl Orsellinate from the Lichen Peltigera leucophlebia on 5-15-lipoxygenases and Proliferation of Malignant Cell Lines In Vitro. Phytomedicine. 9(7).

Manojlovic, N.T., P. Vasiljevic, M. Juskovic, S. Najman, S. Jankovic, A.M. Andjelkovic. 2010. HPLC Analysis and Cytotoxic Potential of Extracts from the Lichen Thamnolia vermicularis var. subuliformis. J. Med. Plant. Res. 4(9).
Mansjoer, Arief dkk. Kapita Selekta Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Media Aesculapius FKUI. 200.
Oksanen, I. 2006. Ecological and Biotechnological Aspects of Lichens (Mini-Review). Appl. Microbiol. Biotechnol.
Purwoko, T,. 2007. Fisiologi Mikroba. Bumi Aksara. Jakarta.
Ranković, B., M. Misić, S. Sukdolak. 2007. Antimicrobial Activity of Extracts of the Lichens Cladonia furcata, Parmelia caperata, Parmelia pertusa, Hypogymnia physodes and Umbilicaria polyphylla. Br. J. Biomed. Sci. 64(4).

Waluyo, L,. 2008. Teknik Metode Dasar Mikrobiologi. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.





.