BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Lichen
merupakan tumbuhan suku rendah hasil simbiosis mutualisme antara alga dan
jamur. Tumbuhan ini umum ditemukan pada
batang kayu. Sebagai tanaman suku
rendah, Lichen tidak memiliki
kesempurnaan seperti tumbuhan dari suku tinggi yang memiliki akar, batang,
daun, bunga, dan buah. Lichen terdiri dari tiga kelompok yaitu Lichen yang berbentuk seperti lembaran (Filliosa), berbentuk seperti rambut (fruticosa), dan berbentuk seperti ubin
yang menempel (crustosa).
Lichen
merupakan tumbuhan yang umum digunakan untuk berbagai pengobatan di berbagai
penjuru dunia. Namun di Indonesia Lichen belum dimanfaatkan secara
maksimal. Menurut Huneck (1999), Lichen
memproduksi metabolit sekunder yang terdiri dari banyak kelas termasuk senyawa
turunan asam amino, asam pulvinat, peptida, gula alkohol, terpenoid, steroid,
karotenoid, asam alifatik, fenol monosiklik, depsides, dibenzofurans,
antrakuinon, xanthones, asam usnat dan senyawa lain. Manojlovic (2010) menyatakan bahwa pemanfaatan lichen dalam
bidang kesehatan khususnya bahan obat berhubungan dengan substansi yang
terkandung di dalamnya. Substansi tersebut dimanfaatkan untuk antibiotik,
antijamur, antivirus, antiinflamasi, analgesik, antipiretik, antiproliferatif
dan efek sitotoksik .
Lichen
dianggap sebagai salah satu indikator pencemaran lingkungan. Pada daerah dengan tingkat polusi yang
tinggi, Lichen sulit ditemukan. Namun pada daerah yang bebas dari polusi
udara, Lichen dapat tubuh subur dengan jumlah spesies yang lebih
beragam. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan efektivitas
antimikroba yang dihasilkan oleh Lichen
yang tumbuh di dua tempat yang berbeda yaitu pada daerah yang berpolusi dan
daerah yang bebas polusi.
1.2
Perumusan
Masalah
Perumusan masalah
pada penelitian ini yaitu:
1.
Senyawa metabolit apa saja yang
dihasilkan oleh tumbuhan Lichen yang
berperan sebagai antimikroba?
2.
Bagaimana aktivitas antimikroba ekstrak Lichen yang diambil pada dua lokasi
berbeda terhadap bakteri Mycobacterium
tubercolosis ?
1.3
Tujuan
dan manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder
yang terdapat pada ekstrak Lichen
2.
Untuk mengetahui aktivitas antimikroba
yang terpadat pada Lichen yang tumbuh
pada wilayah berpolusi dan tidak berpolusi.
1.3.2
Manfaat
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada ekstrak Lichen.
Selain itu, penelitian ini bermanfaat
untuk mengetahui perbandingan efektivitas antimikroba pada Lichen yang tumbuh di dua lokasi yang berbeda.
1.4
Hipotesis
Penelitian
Lichen
yang tumbuh di lokasi yang bebas polusi memiliki efektifitas antimikroba yang
lebih tinggi daripada Lichen yang
tumbuh di lokasi yang tercemar oleh polusi udara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lichenes
2.1.1
Deskripsi
Lichen
merupakan salah satu jenis tumbuhan yang sangat penting. Tumbuhan ini
seringkali disebut sebagai tumbuhan perintis.
Lichen adalah bentuk simbiosis
mutualisme yang terjadi antara fungi dan algae.
Simbiosis mutualisme adalah hubungan antar organisme yang saling
menguntungkan. Tumbuhan ini umum
ditemukan pada batang pohon maupun bebatuan.
Secara morfologi, Lichen
tampak seperti benang-benang halus berwarna putih kehijauan. Warna putih adalah bagian dari fungi,
sedangkan warna hijau adalah bagian dari algae. Algae memproduksi makanan yang digunakan oleh
jamur, hal ini disebabkan pigmen klorofil yang dimiliki oleh ganggang
memungkinkannya untuk berfotosintesis. Jamur itu sendiri berfungsi untuk menyerap
mineral, melindungi algae dari kekeringan dan erosi yang terjadi saat hujan (Eris,
2011).
Tubuh Lichen dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai kemiripan
dengan algae dan jamur. Bagian tubuh
yang memanjang secara selluler dinamakan hifa. Hifa merupakan organ vegetatif dari thallus
atau miselium yang biasanya tidak dikenal pada jamur yang bukan Lichen. Algae selalu berada pada bagian permukaan dari
thallus. Menurut Campbell (2003),
komponen fungi yang umum bersimbiosis dengan algae membentuk Lichen
adalah dari jenis Askomisetes.
2.1.2 Ekologi dan Persebaran
Lichen
tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi.
Tumbuhan ini tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang
lama. Lichen biasanya ditemukan di sekitar lingkungan dimana organisme
lain tidak dapat tumbuh. Hal ini
dikarenakan oleh hubungan mutualisme antara algae dengan jamur. Sebagian besar tempat hidup Lichen adalah tempat hidup yang
kering. Lichen tumbuh dengan sangat lambat.
Pengukuran pertumbuhan Lichen,
berkisar antara 1 mm per tahun tetapi tidak lebih 3 cm/tahun. Hal ini
tergantung dari organisme yang bersimbiosis, banyaknya hujan yang turun,
intensitas cahaya matahari yang didapat, dan cuaca pada umumnya (Oskanen, 2006).
Lichen dapat tumbuh pada kondisi yang
tidak menguntungkan. Namun, Lichen
sangat sensitif terhadap pencemaran udara. Tumbuhan ini dapat menghilang pada daerah yang
mempunyai kadar polusi udara yang berat.
Hal ini dikarenakan Lichen dapat
menyerap dan mengendapan mineral dari air hujan dan udara. Namun, Lichen
tidak dapat mengeluarkan air dan mineral tersebut sehingga konsentrasi senyawa
yang mematikan seperti SO2 sangat mudah masuk (.Rancovic, 2007).
2.1.3 Kandungan Senyawa
Lichen
memproduksi metabolit sekunder yang terdiri dari banyak kelas termasuk senyawa
turunan asam amino, asam pulvinat, peptida, gula alkohol, terpenoid, steroid, karotenoid,
asam alifatik, fenol monosiklik, depsides, dibenzofurans, antrakuinon,
xanthones, asam usnat dan senyawa lain (Huneck, 1999). Asam usnat merupakan senyawa kimia yang paling
banyak dipelajari dan digunakan sebagai senyawa aktif dibandingkan dengan
senyawa kimia lain yang terkandung dalam lichen. Kelimpahannya didistribusikan pada jenis Cladonia,
Usnea, Evemia, Ramalina, Lecanora, Parmelia dan
Alectoria (Ingólfsdóttir, 2002).
2.1.4 Manfaat
Lichens
memiliki bermacam-macam kegunaan. Sebagai bahan makan, Lichen dimakan oleh hewan rendah maupun tingkat tinggi seperti
siput, serangga, rusa dan lain-lain. Lichen juga dimanfaatkan sebagai Obat-Obatan. Pada abad pertengahan Lichen banyak digunakan oleh ahli pengobatan. Lobaria
pulmonaria digunakan untuk menyembuhkan penyakit paru-paru karena Lobaria
dapat membentuk lapisan tipis pada paru-paru. Selain itu Lichen
juga digunakan sebagai ekspektoran dan obat liver. Sampai sekarang penggunaan Lichen sebagai obat-obatan masih
ada. Banyak jenis Lichen telah digunakan sebagai obat-obatan, diperkirakan sekitar
50% dari semua spesies Lichen
memiliki sifat antibiotic (Bahera, 2009).
Substrat
dari Lichen yaitu pigmen kuning asam
usnat digunakan sebagai antibiotik yang mampu menghalangi pertumbuhan Mycobacterium. Cara ini telah digunakan secara komersil.
Salah satu sumber dari asam usnat ini adalah Cladonia dan antibiotik ini terbukti ampuh dari penisilin. Selain asam usnat terdapat juga zat lain
seperti sodium usnat, yang terbukti ampuh melawan kanker tomat. Virus tembakau dapat dibendung dan dicegah
oleh ekstrak Lichen yaitu :
lecanoric, psoromic dan asam usnat (Bahera, 2009).
Dari
hasil ekstraksi Everina, Parmelia, dan Ramalina diperoleh minyak. Beberapa di akan untuk sabun mandi dan parfum.
Di Mesir digunakan sebagai bahan
pembungkus mummi dan campuran buat pipa cangklong untuk merokok, khususnya Parmelia audina yang mengandung asam
lecanoric. Ekstrak Lichen dapat juga dibuat sebagai bahan pewarna untuk mencelup bahan
tekstil. Bahan pewarna di ekstrak dengan
cara merebus Lichen dalam air, dan
sebagian jenis lain diekstrak dengan cara fermentasi Lichen dalam amonia. Parmelia sulcata digunakan untuk pewarna
wol di Amerika Utara (Bahera, 2009).
2.2 Antimikroba
2.2.1 Zat Anti Mikroba
Anti
mikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme
hidup. Senyawa yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik dan yang dapat membunuh bakteri
disebut bakterisida. Dengan kata lain
disebut juga antiboitika yaitu bahan-bahan yang bersumber hayati yang pada
kadar rendah sudah menghambat pertumbuhan mikroorganisme hidup (Ambarwati,
2005).
Antimikroba
selain diperoleh dari bahan-bahan sintetik akhir-akhir ini banyak ditemukan
berbagai macam antimikroba dari bahan alam seperti pada tanaman, rempah-rempah
atau dari mikroorganisme (Ganiswara, 1995).
Suatu zat antibiotik yang ideal
hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Fardiaz, 1992) :
1. Harus mempunyai kemampuan untuk
merusak atau menghambat mikroorganisme pathogen spesifik. Makin besar jumlah dan macam mikroorganisme
yang dipengaruhi, makin baik. Antibiotik
berspektrum luas efektif terhadap banyak spesies.
2. Tidak
mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten parasit.
3. Tidak menimbulkan efek sampingan yang tidak
dikehendaki pada inang, seperti reaksi alergis, kerusakan pada saraf, iritasi
pada ginjal atau saluran gastrointestin.
4. Tidak
melenyapkan flora mikroba normal pada inang. Gannguan terhadap flora normal
dapat mengacaukan keseimbangan alamiah, sehingga memungkinkan mikroba yang
biasanya non patogenik atau bentuk-bentuk patogenik yang semula dikendalikan
oleh flora normal, untuk menimbulkan infeksi baru.
2.2.2 Mekanisme Kerja Antimikroba
Mekanisme
penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain (Waluyo, 2008):
1. Menggangu pembentukan dinding sel. Mekanisme ini disebabkan karena adanya
akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel
sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba
dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah
molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak
terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran
protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.
2. Bereaksi dengan membran sel. Komponen bioaktif dapat mengganggu dan
mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran
materi intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan
meyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan
asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.
3. Menginaktivasi enzim. Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa
kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba,
sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk
mempertahankan kelangsungan aktivitasnya. Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau
jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba
terhenti (inaktif).
4. Menginaktivasi fungsi material genetic. Komponen
bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan
terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi
atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan sel untuk
pembiakan.
2.2.3 Metabolit Sekunder sebagai Antimikroba
Metabolit
sekunder digambarkan sebagai unsur dengan bobot molekul rendah, bukan merupakan
produk dari metabolit primer dari suatu organisme. Telah diketahui bahwa produk ini tidak
berfungsi dalam fungsi primer organism. Namun,
bebrapa penelitian menunjukkan bahwa metabolit sekunder merupakan bagian dari
produksi sel yang dapat berfungsi dalam menghambat organism lain dalam
mendapatkan keperluan nutrisi atau sebagai proses regulator seluler. Metabolit sekunder tumbuhan disintesis hanya
dari beberapa precursor pada pathway dalam jumlah kecil dari hasil metabolism primer
(Ahmad, 1986).
Metabolit
sekunder sangat berperan penting karena aktivitasnya sebagai antimikroba. Namun, beberapa diantaranya dapat bersifat
karsinogenik sehingga dapat menyebabkan kanker.
Senyawa antimikroba yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak
tumbuhan diketahui dapat menghambat beberapa mikroba pathogen maupun pembusuk
(Ahmad, 1986). Metabolit sekunder akan
memblok biosintesis dinding sel bakteri dengan menghambat kerja enzim dalam
mensintesis komponen berbeda dari dinding sel. Jika metabolit ini dapat mempengaruhi
intregritas membrane sel maka akan mengacaukan strukturnya atau menghambat
fungsi dari membrane bakteri tersebut.
2.3 Bakteri
2.3.1 Deskripsi
Bakteri adalah sebuah kelompok organisme
uniseluler dengan konfigurasi selular prokariotik. Bakteri sebagai makhluk hidup memiliki
informasi genetik berupa DNA, tetapi tidak terlokalisasi dalam nukleus dan
tidak ada membran nukleus. DNA pada
bakteri berbentuk sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya
tersusun atas ekson saja. Bakteri juga
memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk
kecil dan sirkuler (Dwijoseputro, 2003).
2.3.2 Struktur Dinding Sel
Semua
bakteri kecuali Mycoplasma selnya
dikelilingi oleh dinding sel yang kompleks. Di sekitar dinding sel bisa ditemukan berbagai
struktur eksternal yang melekat seperti kapsul, flagella, dan pili. Fimbria adalah tabung protein yang menonjol
dari membran sel. Fimbria umumnya pendek dan terdapat banyak di seluruh
permukaan sel bakteri. Struktur pili
mirip dengan fimbria dan ada di permukaan sel bakteri namun tidak banyak. Pili
berperan dalam konjugasi bakteri. Fimbria hanya ditemukan pada bakteri gram
negatif, dimana bakteri tersebut memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis pada
dinding selnya (Purwoko, 2007).
2.3.3 Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan
merupakan proses perubahan bentuk yang semula kecil kemudian menjadi besar. Pertumbuhan menyangkut pertambahan volume dari
individu itu sendiri. Pertumbuhan pada
umumnya tergantung pada kondisi bahan makanan dan juga lingkungan. Apabila kondisi makanan dan lingkungan cocok
untuk mikroorganisme tersebut, maka mikroorganisme akan tumbuh dengan waktu
yang relatif singkat dan sempurna.
Pertumbuhan pada mikroorganisme diartikan sebagai penambahan jumlah atau
total massa sel yang melebihi inokulum asalnya. Pertumbuhan merupakan suatu proses kehidupan
yang irreversible artinya tidak dapat dibalik kejadiannya. Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan
kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan
dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan ukuran sel, pertambahan
berat atau massa dan parameter lain. Sebagai hasil pertambahan ukuran dan
pembelahan sel atau pertambahan jumlah sel maka terjadi pertumbuhan populasi
mikroba (Dwijoseputro,2003).
Fase
pertumbuhan bakteri adalah sebagai berikut (Dwijoseputro, 2003) :
1.
Fase lag adalah fase dimana bakteri beradapatasi
dengan lingkungannya dan mulai bertambah sedikit demi sedikit.
2.
Fase logaritmik adalah fase dimana
pembiakan bakteri berlangsung paling cepat.
Jika ingin mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri dalam fase
ini baik sekali untuk dijadikan inokulum.
3.
Fase stationer adalah fase dimana jumlah
bakteri yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang mengalami
kematian.
4.
Fase autolisis (kematian) adalah fase
dimana jumlah bakteri yang mati semakin banyak, melebihi jumlah bakteri yang
berkembang biak. Fase kematian ditandai dengan cepat merananya koloni dan
jumlah bakteri yang mati senantiasa bertambah.
Keadaan ini dapat berlangsung beberapa minggu bergantung pada spesies
dan keadaan medium serta faktor-faktor lingkungan. Kalau keadaan ini dibiarkan terus menerus,
besar kemungkinan bakteri tidak dapat dihidupkan kembali dalam medium
baru. Cara menghitung jumlah bakteri
untuk membuat grafik pertumbuhan, yaitu dengan metode penuangan, penghitungan
dengan mikroskop dengan menggunakan haemocytometer, dan dengan menggunakan
turbidometer.
2.3.4 Mycobacter
tubercolosis
Mycobacterium tuberculosis
merupakan bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TBC). bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan
batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya
sekitar 2-4 µm dan lebar 0,2 - 0,5 µm yang bergabung membentuk rantai. Mycobacterium
tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif atau bakteri gram negatif, karena apabila
diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan
dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh sebab itu
bakteri ini termasuk dalam bakteri tahan asam (Mansjoer, 2001).
Mycobacterium tuberculosis
cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain
karena sifat hidrofobik permukaan selnya
dan pertumbuhan bergerombol. Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta dinding
selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira
setinggi 60%. Pada dinding sel Mycobacteria, lemak berhubungan dengan
arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan
permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik.
Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan
dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag
(Amin, dkk., 2006).
Bakteri
Mycobacterium memiliki sifat tidak
tahan panas serta akan mati pada 6°C selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena
sinar matahari lansung selama 2 jam.
Dalam dahak, bakteri Mycobacterium
dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat
bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada dalam suhu kamar
dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C selama 2
tahun. Mycobacteruim tahan terhadap
berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%,
asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur dalam 5
minit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit (Aditama,2006)).
Mycobacterium tuberculosis
dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin atau dapat hidup
bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini
dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat
terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini
dapat bangkit kembali (Aditama, 2006)).
Mycobacterium tuberculosis
merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC biasanya mereka
ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mikobakteria mendapat energi dari
oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas,
dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena
sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable, sehingga
penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Karena pertumbuhannya yang lamban, seringkali
sulit untuk mendiagnostik tuberculosis dengan cepat. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat,
berkembangbiak dengan baik pada suhu 22-23oC, menghasilkan lebih
banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang pathogen.
Mikobakteria cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Mansjoer, 2001).
Bakteri
ini biasanya berpindah dari tubuh manusia ke manusia lainnya melalui saluran
pernafasan, keluar melalui udara yang dihembuskan pada proses respirasi dan terhisap
masuk saat seseorang menarik nafas. Habitat asli bakteri Mycobacterium tuberculosis sendiri adalah paru-paru manusia.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus
dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang
biak dengan cara pembelahan diri di dalam paru-paru (Mansjoer, 2001)
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan selama 5 bulan mulai dari bulan Mei hingga bulan September
2012. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Tanjungpura.
3.2 Objek
yang Diteliti
Fokus
penelitian ini yaitu pada senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh Lichen yang tumbuh di sepanjang jalan Arteri
Supadio dan area hutan sekunder di Kabupaten Kubu Raya terhadap bakteri Mycobacter tubercolosis.
3.3 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain
cawan petri, gelas beker, incubator,
enkas, evaporator, mikropipet, magnetic stirrer, hot plate, timbangan analitik,
autoklaf, Bunsen, jarum ose, tabung
reaksi, rak tabung, dan pisau.
Bahan-bahan yang digunakan antara
lain Lichen
yang tumbuh di sepanjang jalan Arteri Supadio dan area hutan sekunder Kabupaten
Kubu raya, kultur murni Mycobacterium
tubercolosis, methanol, medium Nutrien Agar (NA), medium Nutrien Both (NB),
akuades steril, Alkohol 70%. Uji
fitokimia menggunakan bahan antara lain reagen Wegner, Asetat anhidrat, H2SO4
pekat, FeCl3, kloroform, NaOH, reagen Liebermann-Bucchahard, DMSO,
dan paper disc.
3.4 Rancangan Percobaan
Percobaan
dilakukan dengan mengambil sampel dari lokasi sepanjang jalan Arteri Supadio
Kabupaten Kubu Raya dan Hutan Sekunder Kecamatan Punggur Kecil Kabupaten Kubu
Raya. Bakteri yang digunakan adalah
bakteri dari jenis Mycobacterium
tubercolosis dengan konsentrasi 50%.
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Pengambilan Sampel
Sampel
Lichen diambil dari dua lokasi yaitu
sepanjang jalan Arteri Supadio Kabupaten Kubu Raya dan Hutan Sekunder di Desa
Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Sampel diambil dengan
mengikis bagian Lichen yang tumbuh di
batang pohon.
3.5.2 Ekstraksi sampel
Sebanyak
100 gram sampel dari masing-masing lokasi dihaluskan, kemudian dimaserasi. Selanjutnya, hasil maserasi ini kemudian
direndam dengan 490 ml methanol selama 4 hari dan dilakukan pengocokan setiap
hari sebanyak satu kali. Setelah itu, ekstrak yang telah dimaserasi diuapkan
dengan evaporator pada suhu 50o untuk memisahkan methanol dengan
ekstrak.
3.5.3 Uji fitokimia
Uji
fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terdapat pada
ekstrak sampel Lichen. Uji dilakukan
terhadap 5 senyawa, yaitu : alkaloid, plifenol, steroid, flafonoid, dan
terpenoid.
1 Uji Alkaloid
Ekstrak
Lichen dari masing-masing lokasi
sebanyak 3 gram ditetesi dengan H2SO4 2% selama 3 menit,
kemudian ditambahkan dengan reagen Wegner. Apabila terbentuk endapan berupa
warna coklat maka ekstrak tersebut mengandung alkaloid.
2 Uji polifenol
Uji polifenol dilakukan dengan menetesi
ekstrak Lichen dengan FeCl3. Apabila terbentuk warna biru hingga hitam,
maka ekstrak tersebut mengandung polifenol.
3 Uji
Terpenoid
Uji
terpenoid dilakukan dengan menetesi ekstrak Lichen
dengan asam asetat anhidrat, kloroform dan H2SO4. Apabila terbentuk warna biru, maka ekstrak
tersebut mengandung steroid.
4 Uji Steroid
Uji
steroid dilakukan dengan menetesi ekstrak Lichen
dengan pereaksi Liebermann- Bucchard, kemudian dibiarkan selama 5 menit. Apabila terbentuk cincin kehijauan pada larutan
maka ekstrak mengandung steroid.
5 Uji
Flafonoid
Uji
flafonoid dilakukan dengan membagi masing-masing ekstrak sampel ke dalam tiga
tabung dengan rincian tabung pertama ditetesi dengan larutan NaOH, tabung kdua
dengan larutan H2So4, dan tabung ketiga dengan Mg-Hcl. Kemudian perubahan warna
dapat diamati berdasarkan tabel 3.1
Tabel 3.1
Reaksi warna dari berbagai jenis Flavonoid
Golongan
flavonoid
|
Larutan
NaOH
|
H2SO4
pekat
|
Mg-Hcl
|
Kalkon
|
Jingga-merah
|
Jingga merah-magenta
|
-
|
Dihidrokalkon
|
Tidak berwarna-kuning muda
|
Tidak berwarna
|
-
|
Golongan
flavonoid
|
Larutan
NaOH
|
H2So4
pekat
|
Mg-Hcl
|
Auron
|
Merah ungu
|
Merah magenta
|
-
|
Flavanon
|
Kuning/jingga
|
Jingga-merah tua
|
Merah magenta, ungu biru
|
Flavon
|
Kuning
|
Kuning-jingga
|
Kuning-merah
|
Flavonol
|
kuning-jingga
|
Kuning-jingga
|
Merah-magenta
|
Flavononol
|
kuning muda-coklat
|
Kuning kemerahan
|
Merah-magenta
|
Leukoantosianin
|
Kuning
|
Merah tua
|
Merah muda
|
Antosianin dan Proantosianin
|
Biru ungu
|
Kuning-jingga
|
Merah-merah muda
|
Katekin
|
Kuning-merah coklat
|
Merah
|
-
|
Isoflavon
|
Kuning
|
Kuning
|
Kuning
|
Isoflavonol
|
kuning
|
Kuning
|
kuning
|
3.5.4 Persiapan Bakteri Uji
3.5.4.1 Peremajaan kultur murni bakteri
Kultur murni bakteri uji Mycobacterium tubercolosis diinokulasi
sebanyak satu ose pada medium agar miring Natrium Agar (NA) dengan cara
digoreskan secara aseptis, setelah itu diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 31oC.
3.5.4.2 Pembuatan Suspensi
kultur murni bakteri uji
Biakan
yang telah diinkubasi diambil sebanyak 1 ose kemudian disuspensikan ke dalam
Nutrien Both (NB) sebanyak 10 ml dan diinkubasi selama 24 jam.
3.5.4.3 Pembuatan larutan sampel
Sampel dari ekstrak Lichen dari masing-masing lokasi
pengambilan dibuat dalam konsentrasi
50% b/v (mg/ml). Konsentrasi ini dibuat dengan cara menimbang ekstrak sebanyak 600
mg, kemudian dilarutkan dengan pelarut dimetil sulfoxyd (DMSO) sampai volumenya
1ml. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali pada masing-masing lokasi
pengambilan sampel.
3.5.4.4 Pengujian aktivitas
antimikroba
Pengujian aktivitas antimikroba
dilakukan dengan metode difusi agar. Sebanyak 1 ml suspense bakteri Mycobacterium tubercolosis dimasukka ke
dalam cawan petri, kemudian ditambahkan media Nutrien Agar (NA) dan
diputar-putar hingga homogen. Selanjutnya paper disc yang telah dicelupkan ke
dalam ekstrak Lichen ditempelkan ke media agar yang telah membeku. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali pada
masing-masing sampel ekstrak Lichen.
Semua kegiatan dilakukan dalam kondisi aseptis.
3.5.4.5 Parameter pengukuran
Pengamatan aktivitas antimikroba
ekstrak Lichen terhadap bakteri Mycobacterium tubercolosis dilakukan
pada waktu inkubasi 24 dan 48 jam. Parameter pengukuran adalah diameter zona
bening yang terbentuk pada daerah di sekeliling paper disc.
3.6 Analisis
data
Data hasil penelitian dilakukan
dengan analisis variansi, sedangkan keadaan yang menunjukkan beda nyata
dilakukan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad,
S.A,. 1986. Kimia Organik bahan Alam. Penerbit Karunika. Jakarta.
Aditama, Yoga dkk,. 2006.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Indah Offset
Citra Grafika. Jakarta.
Ambarwati, Y,. 2005.
Efektifitas Zat Antibakteri Biji Mimba (Azadirachta
indica) untuk menghambat Pertumbuhan Salmonella
thyposa dan Sthapylococcus aereus.
Biodiversitas 2 (3).
Amin, Zulkifli dan
Asril Bahar,. 2006. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia Jilid II. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta.
Behera,
B.C., N. Verma, A. Sonone, U. Makhija. 2009. Optimization of Culture Conditions
for Lichen Usnea ghattensis G. Awasthi to Increase Biomass and
Antioxidant Metabolite Production Food, Technol, Biotechnol. 47(1).
Dwijoseputro.
2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Djembatan. Jakarta.
Fardiaz,
S,. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Ganishwara,
G.S,. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Jurusan Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Huneck,
S. 1999. The Significance of Lichens and Their Metabolites. Wiss. 86(12).
Ingólfsdóttir,
K, G.F. Gudmundsdóttir, H.M. Ogmundsdóttir, K. Paulus, Haraldsdóttir S, H.
Kristinsson, R. Bauer. 2002. Effects of Tenuiorin and Methyl Orsellinate from
the Lichen Peltigera leucophlebia on 5-15-lipoxygenases and
Proliferation of Malignant Cell Lines In Vitro. Phytomedicine. 9(7).
Manojlovic,
N.T., P. Vasiljevic, M. Juskovic, S. Najman, S. Jankovic, A.M. Andjelkovic.
2010. HPLC Analysis and Cytotoxic Potential of Extracts from the Lichen Thamnolia
vermicularis var. subuliformis. J. Med. Plant. Res. 4(9).
Mansjoer, Arief
dkk. Kapita Selekta Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Media Aesculapius FKUI. 200.
Oksanen, I. 2006. Ecological and
Biotechnological Aspects of Lichens (Mini-Review). Appl. Microbiol. Biotechnol.
Purwoko, T,. 2007. Fisiologi
Mikroba. Bumi Aksara. Jakarta.
Ranković,
B., M. Misić, S. Sukdolak. 2007. Antimicrobial Activity of Extracts of the
Lichens Cladonia furcata, Parmelia caperata, Parmelia pertusa,
Hypogymnia physodes and Umbilicaria polyphylla. Br. J. Biomed. Sci.
64(4).
Waluyo,
L,. 2008. Teknik Metode Dasar Mikrobiologi. Universitas Muhammadiyah Malang
Press. Malang.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar